1 / 3
belajar satu
2 / 3
belajar 2
3 / 3
Caption Three

Sabtu, 07 Oktober 2017

NGILMU JOWO NGOPI

Menungso Kuwi Sejatine Mung Kurang Siji...Yoiku :
NGOPI
NGOPI iku Tegese (Ngolah Pikiran),
Mulo Kopi iku Rasane Pait.
Nanging Sak Pait-Paite Kopi.. isih iso Digawe Legi
LEGI ( Legowo ning ati )/Berlapang Dada Hatinya
Carane Kudu Ditambahi Gulo
GULO (Gulangane Roso)/ Mengelola Perasaan Baik
Sing Asale Soko TEBU
TEBU (Anteb Ning Kalbu)/ Mantab Hatinya
Banjur Diwadahi Cangkir
CANGKIR (Nyancangne PiKIR). Menguatkan Pikiran
Trus Di Siram Wedang
WEDANG (Wejangan Sing Marahi Padang) / Nasehat Yg Menentramkan Hati
Ojo lali di Udeg
UDHEG (Usahane Ojo Nganti Mandeg )/Usaha Jangan Sampai Berhenti
Anggone Ngudheg Nganggo Sendok
SENDOK" (Sendhekno Marang Sing Nduwe Kautaman)/ Pasrahkan Pada Yang Maha Kuasa
Dienteni Ben Rodo Adem
ADEM (Ati digowo Lerem ) / Hati Jadi Tenang
Bar Kui Diombe Seruput
SERUPUT (Sedoyo Rubedo Bakal Luput) / Semua Godaan akan Terhindar
Meniko Filsah_i pon KOPI
Ayo ngopiii....

Jumat, 04 Agustus 2017

RAYUAN SEORANG AHLI TAJWID KEPADA ISTRINYA

Dik, saat pertama kali berjumpa denganmu, aku bagaikan berjumpa dengan Saktah... hanya bisa terpana dengan menahan nafas sebentar... . .

Aku di matamu mungkin bagaikan Nun Mati di antara idgham Billaghunnah, terlihat, tapi dianggap tak ada... .

Aku ungkapkan maksud dan tujuan perasaanku seperti Idzhar, Jelas dan terang... .

Jika Mim Mati bertemu Ba disebut ikhfa Syafawi, maka jika aku bertemu dirimu, itu disebut cinta... .

Sejenak pandangan kita bertemu, lalu tiba-tiba semua itu seperti Idgham Mutamaatsilain...melebur jadi satu.

Cintaku padamu seperti Mad Lazim .. Paling panjang di antara yang lainnya... .

Setelah kau terima cintaku nanti,
hatiku rasanya seperti Qalqalah Kubro.. terpantul-pantul dengan keras... .

Dan akhirnya setelah lama kita bersama, Cinta kita seperti Iqlab,
ditandai dengan dua hati yang menyatu.. Sayangku padamu seperti Mad Thobi'i dalam quran... #Buanyaaakkk beneerrrrr....

Semoga dalam hubungan,
kita ini kayak idgham Bilaghunnah ya, Cuma berdua, Lam dan Ro' .. .

Layaknya Waqaf Mu'annaqah,
engkau hanya boleh berhenti di salah satunya, dia atau aku?

Meski perhatianku ga terlihat kaya Alif Lam Syamsiah, Cintaku padamu seperti Alif Lam Qomariah, terbaca jelas... .

Dik, kau dan aku seperti Idghom Mutajanisain... perjumpaan 2 huruf yang sama makhrajnya tapi berlainan sifatnya...

Aku harap cinta kita seperti Waqaf Lazim, terhenti sempurna di akhir hayat...

Sama halnya dgn Mad 'Aridh dimana tiap mad bertemu Lin Sukun Aridh akan berhenti, seperti itulah pandanganku ketika melihatmu... .

Layaknya huruf Tafkhim, namamu pun bercetak tebal di fikiranku

Seperti Hukum Imalah yg dikhususkan untuk Ro' saja, begitu juga aku yang hanya untukmu.

Semoga aku jadi yang terakhir untuk kamu seperti Mad Aridlisukun ... 😘

Rabu, 05 April 2017

Beginilah KH Ahmad Dahlan Tarawih

KH Ahmad Dahlan sebelum menunaikan ibadah haji ke tanah suci bernama Muhammad Darwis. Seusai menunaikan ibadah haji, beliau diganti namanya oleh Sayyid Abu Bakar Syata, ulama besar yang bermadhab Syafi’i. Jauh sebelum menunaikan ibadah haji, dan belajar mendalami ilmu agama. KH Ahmad Dahlan telah belajar agama kepada Syeh Sholeh Darat. KH Sholeh Darat adalah ulama besar yang telah bertahun-tahun ngaji dan mengajar di Masjidil Haram. Di pondok pesantren milik KH Murtadho (sang mertua), KH Sholeh Darat mengajar santri-santri beragam ilmu agama, seperti; Al Hilam (tasawuf), Kitab Al-Munjiyah (Karya Syeh Sholeh Darat), Fikih (Kitab Lathaif Al-Taharah), serta beragam ilmu agama lainnya.

Di pesantren ini, Muhammad Darwis ditemukan dengan Hasyim Asy’ari. Keduanya sama-sama mendalami ilmu agama dari ulama besar Syekh Sholeh Darat. Waktu itu, Muhammad Darwis berusia 16 tahun sementara Hasyim Asy’ari berusia 14 tahun. Dalam keseharian, Muhammad Darwis memanggil Hasyim dengan sebutan “Adi Hasyim”. Sementara, Hasyim Asy’ari memanggil Muhammad Darwis dengan panggilan “Mas Darwis”. Konon, semasa di pesantren, keduanya sekamar. Keduannya menjadi santri Syekh Sholeh Darat sekitar 2 tahun penuh.

Selepas nyantri di pesantren Syekh Sholeh Darat, keduanya mendalami ilmu agamanya di Makkah, dimana sang guru, Syekh Sholeh Darat pernah menimba ilmu bertahun-tahun lamanya. Tentu saja, sang guru sudah membekali akidah dan ilmu fikih yang cukup. Sekaligus telah memberikan referensi ulama-ulama mana yang harus didatangi dan diserap ilmunya selama di Makkah.

Puluhan ulama-ulama Makkah waktu itu berdarah Nusantara. Praktek ibadah waktu itu, seperti tasawuf, wirid, tahlil, membaca barzanzi (diba’) menjadi bagian dari kehidupan ulama-ulama Nusantara. Hampir semua karya-karya Syekh Muhmmad Yasin Al-Fadani, Syekh Muhammad Mahfud Al-Turmusi menceritakan tentang madzhab al-Syafi’i dan As’ariyah sebagai akidahnya. Tentu saja, itu pula yang diajarkan kepada murid-muridnya, seperti KH Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, Wahab Hasbullah, Syekh Abdul Kadir Mandailing, dll (Profil Pendidikan dan Ulama’ Indonesia di Makkah: Abd. Adzim Irsad).

Seusai pulang dari Makkah, masing-masing mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dari guru-gurunya di Makkah. Muhammad Darwis yang telah diubah namanya menjadi Ahmad Dahlan mendirikan persarikatan Muhammadiyah. Sedangkan Hasyim Asy’ari mendirikan NU (Nahdlatul Ulama). Begitulah persaudaraan sejati yang dibangun sejak menjadi santri Syekh Sholeh Darat hingga menjadi santri di Tanah Suci Makkah. Keduanya juga membuktikan, kalau dirinya tidak ada perbedaan di dalam urusan  akidah dan madzhabnya.

Saat itu di Makkah memang mayoritas bermadzhab Syafi’i dan berakidah Asy’ari. Wajar, jika praktek ibadah sehari-hari KH Ahmad Dahlan persis dengan guru-gurunya di tanah suci. Semisal dalam shalat subuh, KH Ahmad Dahan tetap menggunakan Qunut, dan tidak pernah berpendapat bahwa Qunut shalat subuh Nabi Muhammad Saw adalah Qunut Nazilah. Karena beliau sangat memahami ilmu hadis dan juga memahami ilmu fikih. Begitu juga Tarawihnya, KH Ahmad Dahlan praktek Tarawih 20 rakaat.

Penduduk Makkah sejak berabad-abad, sejak masa Umar Ibn Al-Khattab, telah menjalankan Tarawih 20 rakaat dengan tiga witir, hingga sekarang. Jumlah ini telah disepakati oleh sahabat-sahabat Nabi Saw. Bagi penduduk Makkah, tarawih 20 rakaat merupakan ijma sahabat. Sedangkan penduduk Madinah melaksanakan 36 rakaat. Penduduk Madinah ber-anggapan, setiap pelaksanaan 2 kali salam, semua beristirahat. Pada waktu istirahat, mereka mengisi dengan thawaf sunnah. Nyaris, pelaksanaan shalat Tarawih hingga malam, bahkan menjelang shubuh.  Di sela-sela Tarawih itulah keuntungan penduduk Makkah, karena bisa menambah pahala ibadah. Bagi penduduk Madinah, untuk mengimbangi pahala, mereka melaksanakan Tarawih dengan jumlah lebih banyak.

Jika di lihat dari pengertiannya, sebagaimana di dijelaskan oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqallani dalam kitab Fath al-Bari Syarh al-Bukhari sebagai berikut: “Shalat jamaah yang dilaksanakan pada setiap malam bulan Ramadhan dinamai Tarawih karena para sahabat pertama kali melaksanakannya, beristirahat pada setiap dua kali salam.

Istilah shalat Tarawih disebut juga shalat Qiyam Ramadhan, yang populer pada masa Umar Ibn Al-Khattab. Dengan tujuan utamanya ialah menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan dengan ibadah shalat. Shalat Tarawih termasuk salah satu ibadah yang utama dan efektif guna mendekatkan diri kepada Allah. Sebenarnya, menghidupkan malam Ramadhan, bukan saja Tarawih. Namun, shalat merupakan ibadah paling utama, dan ini telah dilakukan oleh jumhur (sebagian sahabat Nabi Muhammmad). Sesuai dengan penuturan Nabi Saw yang artinya: “Barang siapa menghidupkan Ramadhan dengan Qiyam atas dasar iman dan semata-mata karena mengharap pahala Allah, maka dosa-dosa akan mendapat ampunan (HR Bukhari).

Jadi, baik KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari tidak pernah ada perbedaan di dalam pelaksanaan ubudiyah. Ketua PP. Muhammdiyah, Yunahar Ilyas ini menuturkan, KH. Ahmad Dahlan pada masa hidupnya banyak menganut fiqh mahzab Syafi’i, termasuk mengamalkan Qunut dalam shalat subuh dan shalat tarawih 23 rakaat. Namun, setelah berdirinya Majelis Tarjih pada masa kepemimpinan Kyai Haji Mas Mansur, terjadilah revisi-revisi, termasuk keluarnya Putusan Tarjih yang menuntunkan tidak dipraktikkannya doa Qunut dalam shalat subuh dan jumlah rakaat shalat Tarawih yang sebelas rakaat (Taqiyuddin Al-Baghdadi: Mutiara Sejarah Islam di Indonesia KH Ahmad Dahlan). Sedangkan alasan yang dikemukan oleh MajelisTarjih, karena Muhammadiyah bukan Dahlaniyah.

Jadi, hakekat shalat Tarawih yang diajarkan oleh ulama sekaliber KH Ahmad Dahlan sudah sesuai dengan ajaran Nabi dan sahabatnya (ijma’ sahabat). Praktek di Makkah dan Madinah hingga sekarang juga tetap 20 rakaat dan 3 witir. Melaksanakan Tarawih 20 rakaat ditambah dengan 3 wirit berarti melaksanakan kesepakatan ratusan sahabat Nabi Muhammad, sekaligus bentuk kesetiaan terhadap Nabi. Bagi pengikut Muhammadiyah, menjadi bukti kesetiaan terhadap perintis dan penggagas Muhammadiyah sejati.




Oleh Ahmed Azzimi

Watak Sipil Kepolisian

Akhir 2011 dan awal 2012 merupakan masa yang belum bisa lepas dari torehan warna buram bagi kepolisian di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari kebijakan kepolisian dan tindakan di lapangan oleh aparatnya, seperti dalam menangani massa demonstrasi atau penanganan dugaan kasus kriminal, yang berekses pada tindakan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Sesuatu yang tidak diharapkan banyak pihak ketika reformasi kepolisian menjadi agenda yang tak terelakkan dalam proses konsolidasi demokrasi yang sedang diperjuangkan bangsa ini.