1 / 3
belajar satu
2 / 3
belajar 2
3 / 3
Caption Three

Rabu, 05 April 2017

Beginilah KH Ahmad Dahlan Tarawih

KH Ahmad Dahlan sebelum menunaikan ibadah haji ke tanah suci bernama Muhammad Darwis. Seusai menunaikan ibadah haji, beliau diganti namanya oleh Sayyid Abu Bakar Syata, ulama besar yang bermadhab Syafi’i. Jauh sebelum menunaikan ibadah haji, dan belajar mendalami ilmu agama. KH Ahmad Dahlan telah belajar agama kepada Syeh Sholeh Darat. KH Sholeh Darat adalah ulama besar yang telah bertahun-tahun ngaji dan mengajar di Masjidil Haram. Di pondok pesantren milik KH Murtadho (sang mertua), KH Sholeh Darat mengajar santri-santri beragam ilmu agama, seperti; Al Hilam (tasawuf), Kitab Al-Munjiyah (Karya Syeh Sholeh Darat), Fikih (Kitab Lathaif Al-Taharah), serta beragam ilmu agama lainnya.

Di pesantren ini, Muhammad Darwis ditemukan dengan Hasyim Asy’ari. Keduanya sama-sama mendalami ilmu agama dari ulama besar Syekh Sholeh Darat. Waktu itu, Muhammad Darwis berusia 16 tahun sementara Hasyim Asy’ari berusia 14 tahun. Dalam keseharian, Muhammad Darwis memanggil Hasyim dengan sebutan “Adi Hasyim”. Sementara, Hasyim Asy’ari memanggil Muhammad Darwis dengan panggilan “Mas Darwis”. Konon, semasa di pesantren, keduanya sekamar. Keduannya menjadi santri Syekh Sholeh Darat sekitar 2 tahun penuh.

Selepas nyantri di pesantren Syekh Sholeh Darat, keduanya mendalami ilmu agamanya di Makkah, dimana sang guru, Syekh Sholeh Darat pernah menimba ilmu bertahun-tahun lamanya. Tentu saja, sang guru sudah membekali akidah dan ilmu fikih yang cukup. Sekaligus telah memberikan referensi ulama-ulama mana yang harus didatangi dan diserap ilmunya selama di Makkah.

Puluhan ulama-ulama Makkah waktu itu berdarah Nusantara. Praktek ibadah waktu itu, seperti tasawuf, wirid, tahlil, membaca barzanzi (diba’) menjadi bagian dari kehidupan ulama-ulama Nusantara. Hampir semua karya-karya Syekh Muhmmad Yasin Al-Fadani, Syekh Muhammad Mahfud Al-Turmusi menceritakan tentang madzhab al-Syafi’i dan As’ariyah sebagai akidahnya. Tentu saja, itu pula yang diajarkan kepada murid-muridnya, seperti KH Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, Wahab Hasbullah, Syekh Abdul Kadir Mandailing, dll (Profil Pendidikan dan Ulama’ Indonesia di Makkah: Abd. Adzim Irsad).

Seusai pulang dari Makkah, masing-masing mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dari guru-gurunya di Makkah. Muhammad Darwis yang telah diubah namanya menjadi Ahmad Dahlan mendirikan persarikatan Muhammadiyah. Sedangkan Hasyim Asy’ari mendirikan NU (Nahdlatul Ulama). Begitulah persaudaraan sejati yang dibangun sejak menjadi santri Syekh Sholeh Darat hingga menjadi santri di Tanah Suci Makkah. Keduanya juga membuktikan, kalau dirinya tidak ada perbedaan di dalam urusan  akidah dan madzhabnya.

Saat itu di Makkah memang mayoritas bermadzhab Syafi’i dan berakidah Asy’ari. Wajar, jika praktek ibadah sehari-hari KH Ahmad Dahlan persis dengan guru-gurunya di tanah suci. Semisal dalam shalat subuh, KH Ahmad Dahan tetap menggunakan Qunut, dan tidak pernah berpendapat bahwa Qunut shalat subuh Nabi Muhammad Saw adalah Qunut Nazilah. Karena beliau sangat memahami ilmu hadis dan juga memahami ilmu fikih. Begitu juga Tarawihnya, KH Ahmad Dahlan praktek Tarawih 20 rakaat.

Penduduk Makkah sejak berabad-abad, sejak masa Umar Ibn Al-Khattab, telah menjalankan Tarawih 20 rakaat dengan tiga witir, hingga sekarang. Jumlah ini telah disepakati oleh sahabat-sahabat Nabi Saw. Bagi penduduk Makkah, tarawih 20 rakaat merupakan ijma sahabat. Sedangkan penduduk Madinah melaksanakan 36 rakaat. Penduduk Madinah ber-anggapan, setiap pelaksanaan 2 kali salam, semua beristirahat. Pada waktu istirahat, mereka mengisi dengan thawaf sunnah. Nyaris, pelaksanaan shalat Tarawih hingga malam, bahkan menjelang shubuh.  Di sela-sela Tarawih itulah keuntungan penduduk Makkah, karena bisa menambah pahala ibadah. Bagi penduduk Madinah, untuk mengimbangi pahala, mereka melaksanakan Tarawih dengan jumlah lebih banyak.

Jika di lihat dari pengertiannya, sebagaimana di dijelaskan oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqallani dalam kitab Fath al-Bari Syarh al-Bukhari sebagai berikut: “Shalat jamaah yang dilaksanakan pada setiap malam bulan Ramadhan dinamai Tarawih karena para sahabat pertama kali melaksanakannya, beristirahat pada setiap dua kali salam.

Istilah shalat Tarawih disebut juga shalat Qiyam Ramadhan, yang populer pada masa Umar Ibn Al-Khattab. Dengan tujuan utamanya ialah menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan dengan ibadah shalat. Shalat Tarawih termasuk salah satu ibadah yang utama dan efektif guna mendekatkan diri kepada Allah. Sebenarnya, menghidupkan malam Ramadhan, bukan saja Tarawih. Namun, shalat merupakan ibadah paling utama, dan ini telah dilakukan oleh jumhur (sebagian sahabat Nabi Muhammmad). Sesuai dengan penuturan Nabi Saw yang artinya: “Barang siapa menghidupkan Ramadhan dengan Qiyam atas dasar iman dan semata-mata karena mengharap pahala Allah, maka dosa-dosa akan mendapat ampunan (HR Bukhari).

Jadi, baik KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari tidak pernah ada perbedaan di dalam pelaksanaan ubudiyah. Ketua PP. Muhammdiyah, Yunahar Ilyas ini menuturkan, KH. Ahmad Dahlan pada masa hidupnya banyak menganut fiqh mahzab Syafi’i, termasuk mengamalkan Qunut dalam shalat subuh dan shalat tarawih 23 rakaat. Namun, setelah berdirinya Majelis Tarjih pada masa kepemimpinan Kyai Haji Mas Mansur, terjadilah revisi-revisi, termasuk keluarnya Putusan Tarjih yang menuntunkan tidak dipraktikkannya doa Qunut dalam shalat subuh dan jumlah rakaat shalat Tarawih yang sebelas rakaat (Taqiyuddin Al-Baghdadi: Mutiara Sejarah Islam di Indonesia KH Ahmad Dahlan). Sedangkan alasan yang dikemukan oleh MajelisTarjih, karena Muhammadiyah bukan Dahlaniyah.

Jadi, hakekat shalat Tarawih yang diajarkan oleh ulama sekaliber KH Ahmad Dahlan sudah sesuai dengan ajaran Nabi dan sahabatnya (ijma’ sahabat). Praktek di Makkah dan Madinah hingga sekarang juga tetap 20 rakaat dan 3 witir. Melaksanakan Tarawih 20 rakaat ditambah dengan 3 wirit berarti melaksanakan kesepakatan ratusan sahabat Nabi Muhammad, sekaligus bentuk kesetiaan terhadap Nabi. Bagi pengikut Muhammadiyah, menjadi bukti kesetiaan terhadap perintis dan penggagas Muhammadiyah sejati.




Oleh Ahmed Azzimi

Watak Sipil Kepolisian

Akhir 2011 dan awal 2012 merupakan masa yang belum bisa lepas dari torehan warna buram bagi kepolisian di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari kebijakan kepolisian dan tindakan di lapangan oleh aparatnya, seperti dalam menangani massa demonstrasi atau penanganan dugaan kasus kriminal, yang berekses pada tindakan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Sesuatu yang tidak diharapkan banyak pihak ketika reformasi kepolisian menjadi agenda yang tak terelakkan dalam proses konsolidasi demokrasi yang sedang diperjuangkan bangsa ini.

Mengkultivasi Kritisisme Masyarakat

Berbagai kasus mutakhir di Tanah Air menunjukkan fenomena yang mencemaskan ketika negara begitu dominan dan mendikte banyak urusan masyarakat sekaligus menafikan hak publik dan akses partisipatorisnya untuk turut memperbaiki dan membenahinya. Contoh kasus mutakhir ujian nasional (UN) untuk tingkat SMA/SMK yang karut-marut dengan segala eksesnya, dan Kurikulum 2013 yang dipaksakan berlaku tahun ini, memamerkan arogansi kekuasaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas protes dan kritik masyarakat luas.

Transformasi Jiwa Korsa

Istilah jiwa korsa kembali mencuat ketika kasus penembakan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan (Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta) terungkap. Pelakunya adalah 11 anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan (Kartasura) sebagai tindakan reaktif atas kabar terbunuhnya Sersan Kepala Santoso. Seperti yang dilansir Ketua Tim Investigasi TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Unggul Yudhoyono, "Pelaku bergerak dilandasi jiwa korsa yang tinggi dan semangat membela kesatuan." (Koran Tempo, 6 April 2013)

Aksentuasi Gerakan Dakwah Muhammadiyah

Sidang Tanwir organisasi Muhammadiyah yang diadakan di Bandung, 21-24 Juni 2012, yang bertemakan "Gerakan Pencerahan Solusi untuk Bangsa", sangat strategis, setidaknya karena dua hal. Pertama, menjadi forum konsolidasi internal persyarikatan dan evaluasi program periodik lima tahun (2010-2015) serta program jangka panjang (2005-2025). Kedua, sebagai momentum bagi aksentuasi (pengutamaan dan penitikberatan) gerakan dakwah Muhammadiyah di tengah realitas Indonesia yang majemuk dengan segala problematik dan dinamikanya.

Antara Manusia dan Mesin: Refleksi atas Teknologi dalam Filsafat Kontemporer

Selalu ada magi dalam teknologi. Ketika baru-baru ini sekelompok ilmuwan Jepang memperkenalkan sebuah komputer yang didesain dengan tangan artifisial untuk mempertemukan dua orang yang berjauhan dalam sebuah “jabat tangan digital”, dan diciptakan dengan sensasi kehangatan sebagaimana tangan biologis manusia, ada yang terkejut: impian tentang Artifical Intelligence itu sudah mendekati kenyataan. Ada pula yang bermimpi: sebentar lagi, manusia dan robot tak akan ada bedanya, dan peradaban baru akan lahir.

Antara Ibadah dan Bid'ah di Bulan Rajab: Umroh dan Puasa

Mengenai keutamaan umroh di bulan Rajab
Ada sebagian dari kita yang berpikir, bahwa melaksanakan umroh pada bulan Rajab lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya. Padahal, tidak ada keutamaan secara khusus umroh pada bulan Rajab dengan bersandar kepada dalil shahih. Rasulullah sendiri tidak pernah mengerjakannya, tidak pernah menyetujui salah seorang sahabat yang melakukannya. Dan, apabila Beliau menganjurkan umroh pada bulan Rajab secara khusus, maka itu tidak tsabit.

Antara Ibadah dan Bid'ah di Bulan Rajab: Dzikir dan Shalat

Permasalahan pelaksanaan dalam melakukan ibadah di antara umat Islam, sering terpicu karena adanya perbedaan pendapat antara boleh atau tidaknya ibadah tersebut dilaksanakan. Sementara, tak satupun dari kita yang hidup di zaman Rasulullah shalallahu a’laihi wasallam, untuk menyaksikan langsung apa-apa yang telah dilakukan oleh Habiballah dan para sahabat tersebut. Sehingga, kita pun mengetahuinya melalui ustadz ataupun buku-buku.

Kemiskinan dalam ilmu yang banyak terdapat dalam diri umat muslim, sering menyebabkan kesimpang siuran dalam amalan yang harus dilakukan. Bahkan, sering mengakibatkan perselisihan yang memicu emosi masing-masing pihak yang merasa paling benar. Walaupun, Allah dan Rasul-Nya telah melarang kita untuk berdebat dalam hal-hal yang menyangkut syar’i’at, karena kita telah diberi pedoman Alquran dan Sunnah.

Mencandra Indonesia

Dalam empat belas tahun terakhir, bangsa Indonesia mencandra (melihat-Red) perubahan penting dan dahsyat. Kita saksikan demokratisasi terjadi di berbagai lini: politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan hankam. Pun demikian, kita tidak bisa menutup mata dari anomali dan anomitas akibat perubahan yang berlangsung cepat dan mendadak. Perubahan pasca Reformasi dirasakan belum menghasilkan tatanandemokrasi yang mapan.

Antara Rahmat dan Laknat

Ramadhan seyogianya mendatangkan berkah dan rahmat bagi semua manusia, baik yang Muslim maupun non-Muslim. Hal itu karena Ramadhan dengan ibadah puasanya bertujuan untuk menjadikan setiap Muslim sebagai orang yang bertakwa kepada Allah SWT.

Salah satu karakter orang yang bertakwa adalah dia selalu berinfak kapan saja dan dalam keadaan apa saja. Karenanya, seorang muttaqin (bertakwa) adalah orang yang akrab dengan rakyat kecil.

Islam, Seni, dan Kehidupan Beragama

1
Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari nilai-nilai keagamaan, betapapun kenyataan ini tidak diakui oleh sementara kalangan. Masalah-masalah pribadi tentang pengaturan hubungan dengan sesama manusia, masalah penyesuaian antara cita dan kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan, serta hubungan manusia dengan kekuatan-kekuatan di luar dirinya, kesemuanya itu menghasilkan dimensi-dimensi dalam kehidupan manusia.

Dimensi-dimensi keagamaan ditampakkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek ekspresi keharuan yang dirasakan manusia, yang pada umumnya berbentuk  kegiatan-kegiatan seni dan sastra.

Membumikan Takwa

Seiring kehadiran bulan Ramadhan 1433 H, umat Islam—tak terkecuali Muslim Indonesia—kembali menjalankan kewajiban puasa sebulan penuh.

Kewajiban ini tentu tak berlaku bagi yang berhalangan atau mendapat kemudahan secara agama. Kendati demikian, mereka harus tetap menangkap makna puasa dan menyebarkan nilai-nilai puasa dalam kehidupan. Melalui puasa, penguatan moralitas luhur, sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran dan sunah Rasul diharapkan akan terjadi pada setiap individu Muslim. Pada gilirannya hal itu harus berdampak konkret pada kehidupan sosial. Persoalannya, apakah puasa kita sudah seperti itu atau belum, fenomena di sekitar bisa menjadi salah satu indikator.

Wasiat KH Ahmad Dahlan

Hidup-hiduplah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah
Itulah wasiat yang berupa pesan singkat (semacam "SMS") dari pendiri Persyarikatan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, kepada para pengikut dan pendukungnya menjelang akhir kepemimpinan dan hayatnya (1923). Dan, wasiat itu, oleh Pak AR Fachruddin (ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah terlama, 1968-1990), dinilai sangat mendasar dan mendalam. Tetapi, wasiat itu akhir-akhir ini nyaris tak terdengar lagi. Tenggelam dalam dinamika dan perubahan zaman.

Sejarah, Hukum, dan Praktik Tarawih

Shalat tarawih adalah bagian dari pada Qiyamu Ramadlan. Karena itu, mari kita lakukan ibadah shalat tarawih dengan sungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasan dari Allah swt, karena malam Ramadlan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mukmin yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa ada yang terlewatkan. Jangan sampai kalian meninggalkan shalat tarawih, jika ingin memperoleh pahala shalat tarawih. Dan jangan pula kembali dari shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk”. (HR. Sunan, dengan sanad shahih).

Keserakahan Itu Candu

Betapa pun hukuman terhadap Irjen Pol Djoko Susilo (DS) mengecewakan, terdapat satu penilaian hakim yang sangat tepat atas terdakwa korupsi besar proyek simulator SIM di Korlantas Polri tersebut. Majelis hakim menganggap tidak ada satu hal pun yang dapat meringankan DS. Itu bermakna, betapa pun DS sempat mengucurkan air dari dua mata dan lubang hidungnya serta kendati menyebut-nyebut nama Tuhan sambil menegaskan bahwa dia tidak melakukan kesalahan, majelis hakim tidak hanyut dalam pertunjukan emosional DS saat membaca pembelaannya.