1 / 3
belajar satu
2 / 3
belajar 2
3 / 3
Caption Three

Rabu, 05 April 2017

Sejarah, Hukum, dan Praktik Tarawih

Shalat tarawih adalah bagian dari pada Qiyamu Ramadlan. Karena itu, mari kita lakukan ibadah shalat tarawih dengan sungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasan dari Allah swt, karena malam Ramadlan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mukmin yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa ada yang terlewatkan. Jangan sampai kalian meninggalkan shalat tarawih, jika ingin memperoleh pahala shalat tarawih. Dan jangan pula kembali dari shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk”. (HR. Sunan, dengan sanad shahih).

Hukum Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah shalat yang dilakukan khusus pada malam bulan Ramadlan yang dilaksanakan setelah shalat isya’ dan sebelum shalat witir.

Hukum melaksanakan shalat tarawih adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan kaum hawa (perempuan), karena tarawih telah dianjurkan Nabi Muhammad SAW kepada ummatnya.

Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar di bulan Ramadlan yang penuh berkah, keagungan, dan keutamaan di sisi Allah SWT sebagaimana termaktub dalam Hadist Nabi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Dari Abi Hurairah RA: Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda; “Barang siapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadlan hanya karena iman dan mengharapkan ridlo dari Allah, maka baginya diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan sabda Rasulullah SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه مسلم)
Artinya: “Dari Abi Hurairah RA: Rasulullah SAW menggemarkan shalat pada bulan Ramadlan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: “Barang siapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadlan hanya karena iman dan mengharapkan ridla dari Allah, maka baginya di ampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR: Muslim).

Maksud kata “Qoma Ramadlan” dalam hadist di atas adalah melaksanakan ibadah untuk menghidupkan malamnya bulan Ramadlan dengan cara melaksanakan shalat tarawih, dzikir, membaca al-Qur’an, dan ibadah-ibadah sunnah lainnya sebagaimana yang dianjurkan Nabi SAW. Dan orang-orang yang melakukannya dengan didasari iman dan mengharapkan keridloan Allah, maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa kecilnya yang telah lewat.


Sejarah Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah shalat yang dilakukan hanya pada bulan Ramadlan, dan shalat tarawih ini dikerjakan Nabi pada tanggal 23 Ramadlan tahun kedua hijriyah, namun pada masa itu beliau mengerjakan shalat tarawih tidak di masjid terus menerus, kadang di masjid, kadang mengerjakannya di rumah, sebagaimana dalam Hadist:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin RA: Sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam hari shalat di masjid, lalu banyak orang shalat mengikuti beliau, beliau shalat dan pengikut bertambah ramai (banyak) pada hari ke-tiga dan ke-empat orang-orang banyak berkumpul menunggu beliau, tetapi Nabi tidak keluar (tidak datang) ke masjid lagi. Ketika pagi-pagi Nabi bersabda: “Sesungguhnya aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang ke masjid karena aku takut sekali kalau shalat ini diwajibkan pada kalian”. Siti ‘Aisyah berkata: “Hal itu terjadi pada bulan Ramadlan”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadist ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW memang pernah melaksanakan shalat tarawih. Pada malam hari yang ke-dua beliau datang lagi mengerjakan shalat dan pengikutnya tambah banyak. Pada malam yang ke-tiga dan ke-empat Nabi tidak datang ke masjid, dengan alasan bahwa beliau takut shalat tarawih itu akan diwajibkan Allah, karena pengikutnya sangat antusias dan bertambah banyak, sehingga hal ini ada kemungkinan beliau berfikir, Allah sewaktu-waktu akan menurunkan wahyu mewajibkan shalat tarawih kepada ummatnya, karena orang-orang Muslimin sangat suka mengerjakannya. Jika hal ini terjadi tentulah akan menjadi berat bagi ummatnya. Atau akan memberikan dugaan kepada ummatnya, bahwa shalat tarawih telah diwajibkan, karena shalat tarawih adalah perbuatan baik yang selalu dikerjakan Nabi, sehingga ummatnya akan menduga shalat tarawih adalah wajib. Hal ini sebagaimana keterangan di bawah ini:

أَنَّهُ إِذَا وَاظَبَ عَلَى شَيْء مِنْ أَعْمَال الْبِرّ وَاقْتَدَى النَّاس بِهِ فِيهِ أَنَّهُ يُفْرَض عَلَيْهِمْ اِنْتَهَى
Artinya: “Sesungguhnya Nabi ketika menekuni sesuatu dari amal kebaikan dan diikuti ummatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan atas ummatnya”.

Langkah bijaksana dan sangat sayangnya Nabi SAW kepada ummatnya. Pada Hadist di atas dapat ditarik kesimpulan:
1.    Nabi melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid hanya dua malam. Dan beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada ummatnya.
2.    Shalat tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh Rasulullah dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya.
3.    Dalam Hadist di atas tidak ada penyebutan bilangan rakaat dan ketentuan rakaat shalat tarawih secara rinci.

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Abu Bakar Dan Umar RA
Shalat tarawih adalah bagian dari shalat sunnah al-muakkadah (shalat sunnah yang sangat disunnahkan). Sedangkan rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan sahabat Umar dan mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya, baik ulama salaf atau ulama khalaf, mulai masa sahabat Umar sampai sekarang ini, bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama madzhab, Syafi’i, Hanafi, Hanbali, dan mayoritas madzhab Maliki, karena dalam madzhab Maliki ini masih ada khilaf, seperti Hadist yang diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas RA, Imam Darul hijrah Madinah yang berpendapat bahwa shalat tarawih itu lebih dari 20 rakaat sampai 36 rakaat. Adapun Hadist Malik bin Anas adalah sebagaimana berikut: Beliau berkata; “Saya dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadlan “yakni shalat tarawih” dengan tiga puluh sembilan rakaat, yang tiga adalah shalat witir”.

Dan Imam Malik sendiri memilih 8 rakaat namun secara mayorits Malikiyah yaitu sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyah, Hanabilah, dan Hanafiyah yang telah sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 rakaat. Hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’-nya.

Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Abu Bakar RA
Umat Islam melaksanakan shalat sendiri-sendirian atau berkelompok ada 3 ada 4 dan ada yang 6 orang. Pada masa khalifah Abu Bakar shalat tarawih dengan satu imam di masjid belum ada, sehingga pada masa tersebut rakaat shalat tarawih pun belum ada ketetapan yang secara jelas, karena para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 rakaat kemudian menyempurnakan di rumahnya seperti pada keterangan di awal.

Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Umar RA
Setelah Sayidina Umar mengetahui umat Islam shalat tarawih dengan sendiri-sendirian, barulah muncul dalam pikirannya untuk mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih di dalam masjid dengan satu imam, sebagaimana keterangan di bawah ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا النَّاسُ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ نَاسٌ لَيْسَ مَعَهُمْ قُرْآنٌ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي وَهُمْ يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابُوا وَنِعْمَ مَا صَنَعُوا (رواه أبو داود)
Artinya: “Dari Abi Hurairah RA, beliau berkata: “Rasulullah SAW keluar di bulan Ramadlan, beliau melihat banyak manusia yang melakukan shalat tarawih di sudut masjid, beliau bertanya, “Siapa mereka?” kemudian dijawab: “Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal al-Qur’an), dan sahabat Ubay bin Ka’ab shalat mengimami mereka, lalu Nabi berkata: “Benar mereka itu, dan sebaik-baiknya perbuatan adalah yang mereka lakukan”. (HR: Abu Dawud).

Kemudian Sahabat Umar berinisiatif mengumpulkan para sahabat shalat tarawih dalam satu masjid dengan satu imam. Sebagaimana keterangan:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ (رواه البخاري)
Artinya: “Dari Abdirrohman bin Abdil Qori’ beliau berkata; “Saya keluar bersama Sayidina Umar bin Khatthab RA ke masjid pada bulan Ramadlan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah”. Lalu Sayidina Umar berkata: “Saya punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jamaah satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni Sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjamaah)”. (HR: Bukhari).

Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan tarawih dengan cara berjamaah adalah sahabat Umar RA, sedangkan jamaah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan 20 rakaat. Sebagaimana keterangan:

عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ , قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً (رواه مالك)
“Dari Yazid bin Ruman telah berkata: “Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar RA di bulan Ramadlan sebanyak 23 rakaat“. (HR. Malik).

Yang dimaksud 23 rakaat adalah melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat dan witir. Dengan bukti Hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid:

عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً (راه البيهقي وَصَحَّحَ إِسْنَادَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ)
Artinya: “Dari Saaib bin Yazid berkata: “Para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar RA di bulan Ramadlan sebanyak 20 raka’at”. (HR. Al-Baihaqi).

Dua dalil di atas sangat jelas sekali menjelaskan jumlah bilangan shalat tarawih 20 raka’at. Dalil tersebut juga dikuatkan dengan perilaku para sahabat yang telah mengikutinya bahkan Sayidah ‘Aisyah pun juga mengikuti, hal ini telah menunjukkan menjadi ijma’ sahabat karena tiada satu orang pun yang mengingkari atau menentang, begitu juga para ulama empat madzhab atau madzhab lainnya. Jadi shalat tarawih 20 raka’at ini sangat jelas dan harus kita ikuti karena ini adalah sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang harus kita ikuti, dan Sayidina Umar adalah juga salah satu sahabat yang telah diakui kebenarannya oleh Nabi. Sebagaimana sabda Nabi:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ  قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ (رواه الترمذي)
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran melalui lisan dan hati umar”. (HR. Turmudzi).

Dan Hadist Nabi SAW:

وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي عُضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ (أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَقَالَ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ)
Artinya: “Dan sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: “maka ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin yang mendapatkan pentunjuk setelah aku meninggal, maka berpegang teguhlah padanya dengan erat”.



Dan Hadist Nabi SAW:

عَنْ حُذَيْفَةُ هُوَ الَّذِي يَرْوِي عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِقْتَدُوا بِاَللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ ( أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَسَنٌ)
Artinya: “Dari Hudzaifah RA ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda; “Ikutilah dua orang setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar”. (HR. Turmudzi).

Shalat Tarawih Menurut Pandangan Ulama

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – مِنْ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَبَعْضِ الْمَالِكِيَّةِ إلَى أَنَّ التَّرَاوِيحَ عِشْرُونَ رَكْعَةً لِمَا رَوَاهُ مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ مِنْ قِيَامِ النَّاسِ فِي زَمَانِ عُمَرَ رضي الله تعالى عنه بِعِشْرِينَ رَكْعَةً وَجَمَعَ عُمَرُ النَّاسَ عَلَى هَذَا الْعَدَدِ مِنْ الرَّكَعَاتِ جَمْعًا مُسْتَمِرًّا قَالَ الْكَاسَانِيُّ: جَمَعَ عُمَرُ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله تعالى عنه فَصَلَّى بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ فَيَكُونُ إجْمَاعًا مِنْهُمْ عَلَى ذَلِكَ. وَقَالَ الدُّسُوقِيُّ وَغَيْرُهُ: كَانَ عَلَيْهِ عَمَلُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ. وَقَالَ ابْنُ عَابِدِينَ: عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا. وَقَالَ عَلِيٌّ السَّنْهُورِيُّ: هُوَ الَّذِي عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ وَاسْتَمَرَّ إلَى زَمَانِنَا فِي سَائِرِ الْأَمْصَارِ وَقَالَ الْحَنَابِلَةُ: وَهَذَا فِي مَظِنَّةِ الشُّهْرَةِ بِحَضْرَةِ الصَّحَابَةِ فَكَانَ إجْمَاعًا وَالنُّصُوصُ فِي ذَلِكَ كَثِيرَةٌ. (الموسوعة الفقهية . ج 27 ص 142)
Artinya: “Maka menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, Dan sebagian Malikiyah, bahwa shalat tarawih adalah 20 rakaat, karena pada Hadist yang telah diriwayatkan Malik bin Yazid bin Ruman dan Imam al-Baihaqi dari Saib bin Yazid tentang shalatnya umat Islam di masa Sayidina Umar bin Khatthab RA dengan 20 rakaat, dan Umar mengumpulkan manusia untuk melakukan tarawih 20 rakaat dengan jamaah (golongan) yang terus menerus sampai sekarang. Imam As-Sakakyi berkata: Umar telah mengumpulkan para sahabat Rasulullah SAW pada Ubay bin Ka’ab RA, kemudian Ka’ab shalat mengimami mereka 20 rakaat, dan tidak ada satu orang pun yang mengingkarinya, maka hal itu sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) mereka. Dan Imam Ad-Dasukyi berkata: Dan itu yang dilakukan sahabat dan tabi’in, dan Imam Ibnu ‘Abidin berkata: Itu adalah yang dilakukan manusia mulai dari bumi timur sampai bumi barat, dan ‘Ali As-Sanhuryi berkata: Itu adalah yang dilakukan manusia sejak dulu sampai masaku dan masa yang akan datang selamanya, dan berkata ulama Hanabilah: “Ini telah yaqin terkenal (mashur) di masa para sahabat, maka ini merupakan ijma’ dan banyak dalil-dalil nash yang menjelaskannya.

Imam Ibnu Taimiyyah dan Syekh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab juga menegaskan sebagaimana berikut:

Keterangan yang terdapat dalam sebuah kitab “Tashhih Hadistis Sholah At-Tarawih Isriina Roka’ah “ . Imam ibnu Taimiyah juga sepakat dan berpendapat, bahwa rakaat shalat tarawih 20 rakaat, dan beliau menfatwakan sebagaimana berikut, Artinya: Imam Ibnu Taimiyah berkata dalam fatwanya, “Telah terbukti bahwa sahabat bin Ubay bin Ka’ab mengerjakan shalat Ramadlan bersama-sama orang pada waktu itu sebanyak 20 rakaat, lalu mengerjakan witir 3 rakaat, kemudian mayoritas ulama mengatakan bahwa itu adalah sunnah. Karena pekerjaan itu dilaksanakan di tengah-tengah kaum Muhajiriin dan Anshor, dan tidak ada satu pun di antara mereka yang menentang atau melanggar perbuatan itu”. Dan di dalam kitab “Majmu’ Fatawyi Al-Najdiyyah” diterangkan tentang jawaban Syekh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab tentang bilangan rakaat shalat tarawih. Ia mengatakan bahwa setelah sahabat Umar mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat berjamaah kepada sahabat Ubay bin Ka’ab, maka shalat yang mereka lakukan adalah 20 rakaat”.

Niat Shalat Tarawih

أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا / إِمَامًا للهِ تَعَالَى. الله أكبر….

Doa Setelah Shalat Tarawih

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا بِاْلإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ وَلِفَرَائِضِكَ مُؤَدِّيْنَ وَلِلصَّلاَةِ حَافِظِيْنَ وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّهْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِي اْلأَخِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقَضَآءِ رَاضِيْنَ وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ وَعَلَى الْبَلاَءِ صَابِرِيْنَ وَتَحْتَ لِوَآءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ وَإِلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ وَعَلَى سَرِيْرَةِ الْكَرِيْمَةِ قَاعِدِيْنَ وَمِنْ حُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ وَمِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتِبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْنٍ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. دَعْوَاهُمْ فِيْهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيْهَا سَلاَمٌ وَأَخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا فِيْ لَيْلَةِ هَذَا الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَآءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا وُضُوْئَنَا وَصَلاَتَنَا وَقِيَامَنَا وَقِرَائَتَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَسْبِيْحَنَا وَتَهْلِيْلَنَا وَتَمْجِيْدَنَا وَخُشُوْعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَلاَ تَضْرِبْ بِهَا وُجُوْهَنَا يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ وَيَا خَيْرَ النَّاصِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.

Niat Shalat Witir
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامًا/مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى. الله أكبر … أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَةً إِمَامًا/مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى. الله أكبر …

Dzikir Setelah Shalat Witir

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ×3 . سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ.

Doa Setelah Shalat Witir

اَللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ: اللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ أَهْلَ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِك , وَيُكَذِّبُونَ رَسُولَكَ، وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ، وَيَدِيْنُوْنَ دِينًا غَيْرَ دِينِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ , وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَاجْعَلْ فِي قُلُوبِهِمْ الْإِيمَانَ وَالْحِكْمَةَ، وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُولِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوا بِعَهْدِك الَّذِي عَاهَدَتْهُمْ عَلَيْهِ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّك وَعَدُوِّهِمْ إلَهَ الْحَقِّ فَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ. (اللَّهُمَّ إنَّك عَفْوٌ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا يَاكَرِيمْ ×3)

Oleh KH Abd. Nashir Fattah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar