Jum’at, 18
Juli 2014
Kultum
Subuh, Masjid Boarding School, Man 2 Wates
Alhamdulillah, wa syukurillah, wa sholatu’ala asrofil
anbiyaa ilal mursalin wa’ala alihi wasohbihi ajma’in, amma ba’du.
Yang Pertama, marilah kita panjatkan puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga kita dapat berkumpul bersama menjalankan sholat subuh secara
berjama’ah.
Jamaah Sholat Subuh yang saya hormati,
Sholawat serta salam kita selalu junjungkan kepada nabi Muhammad SAW yang kita tunggu-tunggu syafaatnya di yaumul
kiyamah nanti. Amin Ya Rabbal ‘Alamin
Jamaah shlat dzuhur yang saya hormati,
Pada kesempatan ini saya mengajak bapak-ibu
untuk mengingatkan kembali pentingnya malam lailatul qadar. Dan saya disini
mengawalinya dengan sebuah cerita dari kisah Rasulullah saw.
Suatu ketika rasulullah saw sedang
menjalankan shalat malam di bulan ramadhan. Dan melihat rasulullah saw sedang
menjalankan shalat para sahabat kemudian ikut menjalankan shalat bersama
rasulullah saw. Mereka menjalankan shalat secara khusuk. Kemudian hujan turun
dari langit mengguyur mereka. Namun rasulullah saw tetap menjalankan shalatnya
dengan khusuk. Walaupun dingin menyelimuti mereka, tetap mereka khusuk
menjalankan shalat.
Setelah hujan reda alangkah ajaibnya
alam ini, turun ribuan cahaya dari langit, dan cahaya tersebut adalah malaikat
yang diutus oleh Allah untuk memberikan rizki dan kenikmatan kepada orang-orang
yang mau bertafakur pada malam lailatul qadar. Begitu isstimewanya malam
lailatul qadr, maka apa sih sebenarnya malam lailatul qadr?
Bahwasanya dalam surat al-Qadr ayat
1-5, malam lailatul qadr adalah malam seribu bulan. Banyak pendapat mengenai malam seribu bulan.
Salah satu ulama berpendapat bahwa malam seribu bulan adalah malam dimana seseorang
dalam melakukan pekerjaan akan dilipat gandakan menjadi seribu kali. Jadi jika
seseorang melakukan perbuatan baik akan dilipatgandakan pahalanya menjadi
seribu kali. Sedangkan jika melakukan perbuatan buruk, akan mendapat dosa yang
dilipatgandakan sebanyak seribu kali.
Sedangkan pendapat ulama lain, malam
lailatul qadr adalah malam malaikat turun dari langit yang membawakan rezeki
berupa kenikmatan, keindahan, kebajikan yang akan diberikan kepada orang-orang
yang mau bertafakkur.
Apa sih itu tafakkur? Tafakkur
adalah bahwa seseorang mau berfikir, merenung dan hal yang perlu direnungkan
adalah urusan kita kepada sang Khaliq berupa pengabdian diri, beribadah, melepas
kepentingan dunia untuk kepentingan menghadap Allah SWT.
Kembali kepada pertanyaan semula, apa malam kemuliaan itu? Apa arti malam
Qadar, dan mengapa malam itu dinamai
demikian? Di sini ditemukan
berbagai jawaban.
Kata qadar sendiri paling tidak digunakan untuk tiga arti:
1.
Penetapan dan pengaturan sehingga Lailat Al-Qadar dipahami sebagai malam
penetapan Allah bagi perjalanan
hidup manusia. Pendapat ini
dikuatkan oleh penganutnya dengan
firman Allah dalam surat Ad-Dukhan ayat 3 yang disebut di atas. (Ada ulama yang
memahami penetapan itu
dalam batas setahun). Al-Quran yang turun pada malam Lailat
Al-Qadar, diartikan bahwa
pada malam itu Allah
Swt. mengatur dan menetapkan
khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya Muhammad Saw., guna
mengajak manusia kepada agama
yang benar, yang pada akhirnya
akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia baik sebagai individu
maupun kelompok.
2. Kemuliaan.
Malam tersebut adalah
malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena
terpilih sebagai malam
turunnya Al-Quran, serta karena
ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat
diraih. Kata qadar yang
berarti mulia ditemukan dalam surat Al-An'am (6): 91 yang berbicara
tentang kaum musyrik:
Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan
kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan
sesuatu pun kepada masyarakat.
3. Sempit. Malam tersebut adalah malam
yang sempit, karena banyakuya malaikat yang turun ke bumi,
seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr:
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh
((Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Kata qadar yang berarti sempit
digunakan Al-Quran antara 1ain dalam
surat A1-Ra'd (13): 26:
Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan
mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya).
Ketiga arti tersebut pada hakikatnya
dapat menjadi benar, karena
bukankah malam tersebut adalah
malam mulia, yang bila diraih maka ia menetapkan masa depan manusia, dan bahwa
pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan.
Namun demikian, sebelum
kita melanjutkan bahasan tentang
Laitat Al-Qadar, maka terlebih dahulu akan dijawab pertanyaan
tentang kehadirannya adakah setiap
tahun atau hanya sekali, yakni ketika turunnya Al-Quran lima
belas abad yang lalu?
Dari Al-Quran kita menemukan
penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Lailat Al-Qadar. Akan
tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa
Al-Quran telah sempurna
dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw., maka atas
dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi.
Kemuliaan yang diperoleh oleh malam
tersebut adalah karena
ia terpilih menjadi
waktu turunnya Al-Quran.
Pendapat tersebut ditolak oleh
mayoritas ulama, karena mereka berpegang kepada teks ayat Al-Quran, serta
sekian banyak teks hadis yang
menunjukkan bahwa Lailat
Al-Qadar terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Bahkan Rasululllah
Saw. Menganjurkan umatnya untuk
mempersiapkan jiwa menyambut
malam mulia itu, secara khusus pada
malam-malam ganjil setelah
berlalu dua puluh Ramadhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar