1 / 3
belajar satu
2 / 3
belajar 2
3 / 3
Caption Three

Rabu, 29 Maret 2017

IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF



PENDAHULUAN
Pada masa sekarang ini pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia,  karena pada dasarnya manusia dalam melaksanakan kehidupannya tidak lepas dari pendidikan. Sebab pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Namun realitanya, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui betapa pentingnya pendidikan.
Tuntutan pendidikan dalam kehidupan manusia sangat komplek, hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang tidak berpendidikan status sosialnya kurang diperhatikan atau terkesampingkan. Misal dalam dunia kerja, banyak perusahaan yang menerima para pekerjanya mula-mula ditanya pendidikan terakhir. Hal itu membuktikan bahwa pendidikan pengaruhnya besar dalam kehidupan.

Dengan diadakannya pendidikan, maka sedikitnya dapat memberikan wawasan dan pengetahuan dengan mengembangkan potensi yang dimiliki setiap manusia sehingga kehidupan masyarakat lebih baik.
Dalam dunia pendidikan ada 2 hal yang saling berhubungan, yaitu mendidik dan pendidikan. Keduanya mempunyai arti yang sama. Dilihat dari segi bahasa mendidik merupakan kata kerja sedangkan pendidikan adalah kata benda, yaitu sama-sama mengandung kegiatan komunikasi antara dua orang atau lebih.
Pendidikan juga tidak bisa lepas dari ideologi yang berkembang ditengah masyarakat. Ideologi ini turut mewarnai pendidikan sehingga pendidikan yang dilakukan ditengah masyarakat memiliki karakteristik tertentu yang identik dengan ideologi tertentu pula. Setidal-nya ada tiga ideologi yang berkembang dalam dunia pendidikan, yaitu konservatif, liberal dan kapitalis. Perbedaan dari ketiga ideology tersebut terkait dengan bagaimana pandangan manusia terkait dengan apa yang menimpanya. Hal ini akan berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan dengan ideologi tertentu. Dan makalah ini akan membahas mengenai ideologi pendidikan konservatif.




PEMBAHASAN
1.IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF
A.    PENGERTIAN IDEOLOGI
Secara harfiah ideologi berasal dari kata “ide” dan “logis” yang dapat diartikan sebagai aturan atau hukum tentang ide, konsep ini berasal dari Plato. Ditinjau dari pendekatan aliran, pengertian ideologi dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
·         Ideologi sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap terberi, alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi tingkah laku manusia
·         Ideologi sebagai ilmu yang mengkaji bagaimana ide-ide tentang suatu hal diperoleh manusia dari pengalaman serta tertata dalam benak untuk kemudian membentuk kesadaran yang mempengaruhi tingkah laku.
Ideologi sebagai sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Sedangkan berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), idiologi memiliki arti Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang atau suatu golangan; Paham, Teori dan Tujuan yang merupakan satu program sosial politik.[1]
B.     PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian din', kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan khususnya di Indonesia yaitu :
·         Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
·         Faltor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana, masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
C.     PENGETIAN KONSERVATIF
Istilah konservatif berasal dari kata dalam bahasa Latin conservare, yang dapat diartikan “melestarikan, menjaga, memelihara, mengamalkan”. Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai yang mapan dan berbeda-beda, maka kaum konservatif di berbagai kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Hal yang sama dikemukakan oleh Farida (2009) yang menyatakan bahwa konservatif berasal dari bahasa latin com servare, yang artinya "melindungi dari kerusakan/kerugian". Jadi orang yg dinamakan "kolot/konservatif" adalah orang yang tidak mau melakukan perubahan karena kuatir mempunyai dampak yang tidak baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai “bertahannya dan penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang dilembagakan. Roger Scruton menyebutnya sebagai “pelestarian ekologi sosial” dan “politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan, selama mungkin, keberadaan sebagai kehidupan dan kesehatan dari suatu organisme sosial. Dengan demikian konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional yang harus dipertahankan.
Sebagian pihak konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante. Menurut Giroux dan Aronowitz (1985), konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa bahwa masyarakat, dalam hal ini peserta didik, pada dasarnya tidak merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan social. Dengan pandangan seperti itu, para pendidik yang menggunakan paradigma konservatif menganggap peserta didik tidak memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk melakukan perubahan atas kondisi mereka.
D.    IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF
Pendidikan sebagai anggota ilmu pengetahuan sosial tidak terlepas dari pengaruh berbagai sudut pandang para tokoh pemikir pendidikan. Pendidikan berupaya untuk melegitimasi atau melanggengkan tatanan atau  struktur pendidikan juga mempunyai tugas untuk melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adik. Pendidikan mempunyai tugas agar individu mampu menghadapi perubahan sosial tersebut. Untuk sampai pada pemilihan posisi mana yang akan dijalankan (apakah melanggengkan struktur atau merubah struktur) dapat dicapai melalui ideologi pendidikan mana yang akan dianut.[2]
Menurut John Dewey pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan semesta manusia. Berdasarkan pendapatnya maka mendidik ialah membantu anak dengan sengaja (dengan jalan membimbing) menjadi menusia dewasa yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri baik biologis, psikologis, paedagogis serta sosiologis.
Adapun menurut John Dewey pendidikan itu terdapat dua teori yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu :
·         Paham Konservatif mengemukakan pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan-kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Pendidikan akan menentukan segalanya. Dalam artian pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa dari luar dimana mata pelajaran telah ditentukan menurut kemauan pendidik, sehingga anak tinggal menerima saja.
·         Paham Unfolding Theory berpandangan bahwa anak akan berkembang dengan sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan latin dimana perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti, tujuan yang dimaksud selalu digambarkan sebagai suatu yang lengkap dan pasti.
Dalam padangan ideologi konservatif ini memandang bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan sesuatu yang alami, sesuatu hal yang sangat mustahil untuk kita hindari. Perubahan dalam faham ini merupakan sesuatu hal yang tidak perlu diperjuangkan karena faham ini percaya bahwa perubahan akan menciptakan sebuah kesengsaraan baru.
Mereka yang miskin, buta huruf dan menderita merupakan kodrat ilahi dan kesalahan mereka sendiri karena tidak bisa merubah dirinya sendiri. Orang miskin harus bersabar dan belajar menunggu nasib sampai giliran mereka datang, karena pada akhirnya semua oang akan menacapai kebebasan dan kebahagian. Sehingga dalam kaum konservatif selalu menjunjung tinggi harmoni serta menghindarikonflik.
E.     PARADIGMA PENDIDIKAN KONSERVATIF
Pandangan pendidikan konservatif tentang hakikat manusia menurut filsafat pandidikan konsevatif, mausia hanya menduduki posisi sebagai objek pasif. Manusia dipandang sebagai objek dari kebijakan Tuhan sehingga dia tidak memiliki daya upaya untuk merubah nasib hidupnya. Apa yang telah dirasakan apa yang telah dijalani, dan apa yang menjadi miliknya maka itulah yag terbaik bagi mereka, inilah karakter aliran filsafat perenialis itu. Manusia konservatif tidak mampu membaca relasi-relasi sosial yang mempengaruhi nasib hidupnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Dia tidak bisa membantah kondisi sosial atau nasibnya disebabkan keyakinan yang fatalistik. Dalam diri manusia konservatif meyakini bahwa nasib, perbuatan baik maupun buruk, adalah ketetapan (takdir) dari Tuhan. [3]
Oleh karena itu manusia konservatif dikategorikan pada tipe berkesadaran magis. Paradigma koservatif dalam pandangan Islam mengenal hakikat manusia sebagai objek statis tanpa kebebasan berekspresi, berkreasi dan berdialektika dengan beragam persoalan hidupnya. Orientasi pendidikan konservatif cenderung untuk melestarikan norma-norma kemapanan, hal inipun senafas dengan aliran esnsialisme. Apliaksi nyata konsep manusia sebagai objek statis bisa dilihat dalam praktek-praktek pembelajaran yang tertuang dalam metode-metode seperti menghafal (muhafadzah), membaca (qiraah), dan menerjemah (tarjamah), mendengar (istima’) dan sebagainya. Manusia diposisikan sebagai objek statis dan wajib taat kepada guru. Dalam istilahnya kaum santri dikenal semboyan smi’na waato’na. Ketika kiayi atau ustadz mengajar atau memberikan intruksi murid-murid wajib mendengarkan atau mentaatinya. Dalam pandangan filsafat konsevatif potensi-potensi konflik (kontardiksi) dalam relitas sosial selalu di hindari. Pendidikan konservatif selalu mengutamakan harmoni hubungan antar relasi-relsi, sehingga hidup ini selalu dijalani dengan sabar dan tanpa neko-neko atau bermacam-macam, pasrah dan tunduk pada norma-norma mapan.
Dengan demikian pendidikan bagi kaum konservatif diibaratkan sebagai proses menerima, bersabar atau menanggung nasib dengan penuh keyakinan bahwa mereka yakin akan mendapatkan kebahagiaan kelak di akhirat. Paradigma pendidikan konservatif anti perubahan dan tidak mengarah pada progresif. Tidak ada prinsip persaingan hidup, apalagi harus merubah nasib sesuai dengan kehendaknya sendiri.
F.      MACAM-MACAM IDEOLOGI KONSERVATIF
Pendapat William F. O'neil tentang pendidikan, bahwa pendidikan yang meminimkan kebebasan itu disebut sebagai pendidikan yang konservatif, dan itupun terbagi menjadi 3 Yaitu:
1.      Fundamentalis Pendidikan
Fundamentalisme meliputi semua corak konservatif politik yang pada dasarnya anti intelektual dalam arti bahwa mereka ingin meminimalkan pertimbangan filosofis dan atau intelektual, serta cenderung untuk mendasarkan diri mereka pada penerimaan yang relatif tanpa kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan atau consensus sosial yang sudah mapan yang biasanya diabsahkan sebagai akal sehat.
Pandangan aliran ini bahwa pendidikan sebagai proses regenerasi moral sehingga menilai pengetahuan dan kurikulum sebagai alat untuk membangun kembali masyarakat dalam pola kesempurnaan moral, seperti yang ada di masa silam.
Bagi aliran fundamentalisme, kesamaan di antara anak didik lebih penting ketimbang perbedaan yang ada, sehingga metode pembelajaran yang diterapkan pun cenderung tradisional. Misalnya, penyampaian materi dengan melulu metode ceramah, hafalan, dan pengawasan ketat. Semua itu dikendalikan oleh guru (teacher centered), karena siswa dianggap tak cukup mampu untuk mengarahkan proses perkembangan intelektualnya sendiri. Ada dua variasi dari sudut pandang politisnya yang itu diterapkan dalam dunia pendidikan.
a.       Variasi fundamentalisme pendidikan religius yaitu tampak dalam gereja-gereja Kristen tertentu yang lebih bersifat fundamentalis, yang memiliki komitmen sangat kuat terhadap pandangan atas kenyataan yang cukup kaku serta harfiah
b.      Variasi fundamentalis pendidikan sekuler, yaitu berciri mengembangkan komitmen yang sama tidak luwesnya dibanding yang religius, terhadap cara pendang dunia melalui akal sehat yang disepakati, yang umumnya menjadi pandangan orang dewasa.
2.      Intelektualisme Pendidikan.
Intelektualisme dari ungkapan-ungkapan konservatisme politik yang didasarkan pada sistem-sistem pemikiran filosofis atau religius yang pada dasarnya otoriterian. Secara umum, konservatisme filosofis ingin mengubah praktek-praktek politik yang ada (termasuk praktek-praktek pendidikan) demi menyesuaikan secara lebih sempurna dengan cita-cita intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan tidak bervariasi.
Dalam dunia pendidikan kontemporer, konservatisme filosofis mengungkapkan diri terutama sebagai intelektualisme pendidikan, dimana dua variasi mendasar intelektualisme pendidikan yang pada intinya bersifat skuler dan dapat diamati dalam pemikiran beberapa orang teoritis pendidikan kontemporer.
Singkatnya, Intelektualisme pendidikan berpendapat bahwa setiap manusia adalah makhluk rasional. Oleh karena itu, sekolah menjadi sarana penting untuk mengajarkan cara menalar dan menyalurkan kebijaksanaan yang tahan lama dari masa silam.
Dengan begitu, wewenang intelektual tertinggi di sekolah terletak pada kecerdasan intelektual, bahwa kebenaran bisa dipahami melalui proses penalaran. Sayangnya, pembelajaran ditekankan hanya pada aspek kognitif, bukan pada aspek afektif dan sosial.
3.      Konservatisme Pendidikan
Pada dasarnya konservatisme adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua dan mapan) didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan, sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif. Sejalan dengan itu, ditingkat politisi orang-orang konservatif cukup mewakili dalam tulisan-tulisan para tokoh seperti Edmund Burke.[4]
Dalam dunia pendidikan, Bagi kaum konservatisme pendidikan, tujuan atau sasaran pendidikan adalah sebagai pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi. Berciri ke orientasi ke masa kini, menghormati masa silam, namun ia terutama memusatkan perhatiannya pada kegunaan dan penerapan pola belajar mengajar di dalam konteks sosial yang ada sekarang.
Orientasi kurikulum (khususnya mata pelajaran) pada konservatisme pendidikan yakni mengarah kepada hal-hal yang bersifat praktis dan lebih baru, seperti: sejarah, biologi, fisika, dan lain-lain yang dianggap sebagai bidang-bidang yang secara langsung relevan dengan berbagai problem masyarakat kontemporer yang paling mendesak dan harus segera diselesaikan.
Adapun dua ungkapan dasar konservatif dalam pendidikan yaitu :
a.       Konservatisme Pendidikan Religius, yaitu menekankan peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang tepat.
b.      Konservatisme Pendidikan Sekuler yang memusatkan perhatiannya pada perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang sudah ada, sebagai cara untuk menjamin pertahanan hidup secara sosial serta efektifitas secara kuat oleh orientasi pendidikan yang bersifat lebih al-kitabiyah dan evangelis (mendakwah agama) yang secara teologis jelas-jelas kurang liberal jika dibanding dengan berbagai aliran utama. Sedangkan konservatisme sekuler cenderung terwakili oleh para kritisi yang tajam dari kalangan pendukung progresifme dan perminisifisme pendidikan.
G.    PERANAN PENDIDIKAN KONSERVATIF
Peranan pendidikan konservatif ialah salah satu tanggung jawab kurikulum untuk mentranmisikan dan mentafsirkan warisan sosial kepada generasi muda. Maka, sekolah sebagai salah satu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku para siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial, karena pendidikan itu sendiri pada hakekatnya berfungsi pula untuk menjembatani antara para siswa selaku anak didik dengan orang dewasa di dalam suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang menjadi lebih komplek, dengan adanya peranan konservatif ini maka sesungguhnya pendidikan itu berorentasi pada masa lampau. Namun peranan pendidikan konservatif ini sangat mendasar sifatnya.
Sebagaimana pendapatnya John Dewey, bahwasanya pendidikan konservatif merupakan suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan atau kemampuan IQ peserta didik yang ada di dalam dirinya. Pendidikan akan menentukan segalanya. Dalam artian pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa dari luar.
H.    TUJUAN KONSERVATIF
Bagi kaum konservatif, tujuan atau asaran pendidikan adalah sebagai sarana pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi. Berciri "orientasi ke masa kini", para pendidik konservatif sangat menghargai masa silam, namun terutama memusatkan perhatiannya pada kegunaan dan pola-pola belajar mengajar didalam konteks sosial yang ada sekarang ini. Ia ingin mempromosikan perkembangan masyarakat kontemporer yang seutuhnya dengan cara memastikan terjadinya perubahan yang perlahan-lahan dan bersifat organis yang sesuai dengan keperluan-keperluan legal intitusional suatu kemapanan. Selain itu konservatisme juga bertujuan untuk mendorong pemapanan dan penghargaan bagi lembaga-lembaga, tradisi-tradisi dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu, termasuk rasa hormat yang tinggi.[5] Dengan demikian, kaum konservatif menganggap bahwa meneruskan informasi dan keterampilan yang sesuai, supaya berhasil dalam tatanan soial yang ada, adalah merupakan tujuan lembaga pendidikannya.
I.       KELEMAHAN DAN KELEBIHAN KONSEP PENDIDIKAN KONSERVATISME
Berdasarkan faham konservatif  kebenaran yang diajarkan di dalam pendidikan adalah kebenaran yang condong dikatakan mutlak benar, bersifat wahyu, relatif tanpa kritik. Pendidikan yang seperti ini banyak di pakai di abad pertengahan oleh pihak agamawan, maupun sampai sekarang juga dipakai oleh pihak agamawan, tanpa memberi kesempatan untuk siswa berpikir yang berbeda, atau meminimkan perkembangan intelektual dari siswanya. Perbedaan bukan dianggap sebagai hal yang biasa, melainkan sudah dianggap sebagai perselisihan yang kadang dianggap sebagai sebuah perlawanan atau pemberontakan. Bisa kita pahami, mengapa ketika Galileo berbeda dari pihak gereja tentang pusat tatasurya, maka yang ada adalah anggapan pemberontakan yang berakhir di ujung kematiannya.
Konservatisme pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua atau dan mapan), didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan, sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif". Pendidikan yang konservatif beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan pola sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan.
Penulis tidak mengatakan bahwa sistem konservatif ini jelek, harus dirubah atau mesti diganti, tapi marilah kita melihat kenyataan bahwa sistem yang menggunakan Pandangan ini mengandung beberapa kelemahan meski juga mengandung beberapa kelebihan.
Kelemahannya adalah, bahwa dengan penerapan sistem pedagogy ini, manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang memiliki keunikan sendiri, yang memiliki talenta sendiri, memiliki minat sendiri, memiliki kelebihan sendiri, menjadi tidak berkembang, menjadi tidak bisa mengeksplor dirinya sendiri, tidak mampu menyampaikan kebenarannya sendiri, sebab yang memiliki kebenaran adalah masa lalu, adalah sesuatu yang sudah mapan dan sudah ada sampai sekarang. Perbedaan bukanlah menjadi hal yang biasa, melainkan jika ada yang berbeda itu akan dianggap sebagai sebuah perlawanan dan pemberontakan.
Tetapi Pedagogy memiliki kelebihan tersendiri, yakni di dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali oleh orang-orang terdahulu, maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa dilanjutkan oleh generasi mendatang. Generasi mendatang tidak perlu mulai dari nol lagi, melainkan tinggal melanjutkan apa yang sudah ditemukan, apa yang sudah dirintis, apa yang sudah dimulai oleh generasi mendatang
Jadi dapat dipahami bahwa konsep konservatif  yang biasanya dipakai di dalam pendidikan yakni bahwa pendidikan itu menempatkan murid/siswa sebagai obyek di dalam pendidikan, mereka mesti menerima pendidikan yang sudah di set up oleh sistem pendidikan, di set up oleh gurunya/pengajarnya apa-apa saja yang harus dipelajari, materi-materi apa saja yang akan diterima, yang akan disampaikan, metode panyampaiannya, dan lain-lain. Itu semua tergantung kepada pengajar dan tergantung kepada sistem. Murid sebagai obyek dari pendidikan.
J.       FUNGSI-FUNGSI KONSERVATISME
Wuradji (1988) menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut. (1) Fungsi kontrol sosial (2) Fungsi pelestarian budaya Masyarakat (3) Fungsi seleksi dan alokasi dan lain sebagainya. Tapi berdasarkan satuan acara perkuliahan, dalam makalah ini kami hanya mencantumkan tiga fungsi saja.
1)      Fungsi Kontrol Sosial
Proses Kontrol Sosial adalah Proses pengawasan/pengendalian oleh pendidik terhadap tingkah laku anak didik berupa kontrol psikologis dan nonfisik, ini merupakan tekanan mental terhadap individu sehingga individu akan bersikap dan bertindak sesuai penilaian masyarakat.
Dalam arti yang sempit dengan kontrol sosial dimaksud pengendalian eksternal atas kelakuan individu oleh orang lain yang memegang otoritas atau kekuasaan.
Manfaat dengan adanya kontrol sosial yaitu:
·         Terjaminnya kelangsungan kehidupan masyarakat.
·         Terjadinya keterpaduan di dalam masyarakat.
·         Terjadinya proses pembentukan kepribadian sesuai keinginan kelompok masyarakat tersebut.
Sedangkan cara-cara melakukan kontrol sosial adalah sebagai berikut:
·         Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma masyarakat.
·         Memberi penghargaan kepada anggota masyarakat yang taat pada norma-norma sosial.
·         Mengembangkan rasa malu dalam diri anggota masyarakat bila menyimpang dari norma-norma sosial.
·         Menimbulkan rasa takut bila melanggarnya.
·         Menciptakan sistem baku, yaitu tata tertib beserta sanksi-sanksi tegas.
Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan kontrol sosial. Melalui pendidikan semacam ini individu bisa mengambil nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi dalam kehidupannya sehari-hari.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan proses sosialisasi serta kontrol sosial diharapkan bisa mendidik peserta didiknya lebih berkualitas. Sehingga tatanan masyarakat bisa terjalin dengan baik. Selain itu, sekolah juga berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah.
Jadi, Dapat disimpulkan bahwa pendidikan berfungsi sebagai kontrol sosial. Sekolah mengajarkan kita nilai-nilai tertentu seperti, ketaatan, disiplin, hormat ketekunan, dan ketepatan waktu. Sekolah juga mengajarkan kita sesuai, melainkan mendorong kita untuk menjadi baik dan menjadi warga negara yang taat hukum.
2)      Pelestarian Budaya
Pendidikan juga berfungsi sebagai agen dalam transmisi budaya. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah melakukan fungsi conservable untuk mengirimkan budaya yang dominan. Dalam bersekolah, generasi muda terkena norma-norma keyakinan, dan nilai-nilai yang telah lama ada di suatu budaya tertentu.
Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus melestarikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.[5]
Sebagai contoh adalah adanya kurikulum pendidikan yang mengadakan pelajaran muatan lokal. Khusus di daerah Jawa Barat untuk pelestarian budaya di setiap sekolah diwajibkan adanya muatan lokal yaitu mata pelajaran bahasa Sunda serta kesenian setempat. Begitu juga untuk daerah-daerah yang ada di Indonesia, dimaksudkan supaya siswa lebih cinta terhadap daerahnya serta tanah air.
Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya. Kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional. Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu.
Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan psera didik menjadi sosok yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.
3)      Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
Jika kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka menyiapkan tenaga kerja untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja tertentu.
Proses seleksi ini terjadi di segala bidang baik ketika hendak masuk sekolah maupun hendak masuk pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan tertentu. Sebagai contoh untuk dapat masuk pada suatu sekolah menengah tertentu harus menyerahkan nilai EBTA Murni (NEM). Dan nilai NEM yang masuk dipilih nilai NEM yang tinggi dari nilai tertentu sampai nilai yang terendah. Jika bukan nilai yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi biaya sekolah yang tak terjangkau untuk masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya rendah dan ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi. Demikian pula untuk memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang diharuskan mengikuti seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya untuk memperoleh tenaga kerja yang cakap dan terampil sesuai dengan jabatan yang akan dipangkunya.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja mempunyai dua hal sebagai berikut:
·         Sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kera profesional dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya.
·         Dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki tanggung jawab terhadap kanier dan pekerjaan yang dipangkunya.
Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya.
Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.











KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas fungsi konservatif pendidikan adalah bagaimana mewariskan dan mempertahankan identitas dan cita-cita suatu masyarakat. Sedangkan fungsi progressif pendidikan adalah bagaimana aktivitas pendidikan dapat memberi pembekalan dan pengembangan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan, sehingga generasi penerus memiliki kemampuan dan kesiapan untuk menghadapi tantangan kehidupan masa depan.
Dalam sebuah pendidikan erat kaitannya dengan suatu lembaga pendidikan khususnya formal seperti sekolah. Bahwa sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang berperan penting di dalam penyaluran bakat-bakat setiap individu, dimana di dalam pendidikan terdapat fungsi-fungsi yang akan mengarahkan individu pada kedewasaan baik secara fisik maupun mental. Selain sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berperan didalam menyalurkan bakat-bakat, pendidikan juga berfungsi sebagai agen kontrol sosial, pelestari kebudayaan dan seleksi dan latihan, dimana didalam menjalankan fungsinya sekolah sebagai lembaga pendidikan harus mampu mengontrol (mengendalikan) para peserta didik untuk menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.













DAFTAR PUSTAKA
Depdikans Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa  Pendidikan Nasional. (Jakarta: Balai Pustaka, 2001).
Zahra Idris, Dasar-dasar Kependidikan (Padang; Angkasa raya, 1981).
Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung, Alfabeta, 2009).
Oneil F, William.2002. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka  Pelajar.
Zakiyuddin Baidhawy. Pendidikan Berwawasan Mulitikulltur.Jakarta: Erlangga.2005.


[1] Depdikans Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa  Pendidikan Nasional. (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 123

[2] Zahra Idris, Dasar-dasar Kependidikan (Padang; Angkasa raya, 1981) hlm, 9
[3] Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung, Alfabeta, 2009) hlm, 124
[4] Oneil F, William.2002. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka  Pelajar.Hlm. 32
[5] Zakiyuddin Baidhawy. Pendidikan Berwawasan Mulitikulltur.Jakarta: Erlangga.2005. hlm 30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar