PENDAHULUAN
Pada masa sekarang ini
pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang kehidupan
manusia, karena pada dasarnya manusia
dalam melaksanakan kehidupannya tidak lepas dari pendidikan. Sebab pendidikan
berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Namun realitanya,
masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui betapa pentingnya pendidikan.
Tuntutan pendidikan dalam
kehidupan manusia sangat komplek, hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang
tidak berpendidikan status sosialnya kurang diperhatikan atau terkesampingkan.
Misal dalam dunia kerja, banyak perusahaan yang menerima para pekerjanya mula-mula
ditanya pendidikan terakhir. Hal itu membuktikan bahwa pendidikan pengaruhnya
besar dalam kehidupan.
Dengan diadakannya
pendidikan, maka sedikitnya dapat memberikan wawasan dan pengetahuan dengan
mengembangkan potensi yang dimiliki setiap manusia sehingga kehidupan
masyarakat lebih baik.
Dalam dunia pendidikan ada 2
hal yang saling berhubungan, yaitu mendidik dan pendidikan. Keduanya mempunyai
arti yang sama. Dilihat dari segi bahasa mendidik merupakan kata kerja
sedangkan pendidikan adalah kata benda, yaitu sama-sama mengandung kegiatan
komunikasi antara dua orang atau lebih.
Pendidikan juga tidak bisa
lepas dari ideologi yang berkembang ditengah masyarakat. Ideologi ini turut
mewarnai pendidikan sehingga pendidikan yang dilakukan ditengah masyarakat
memiliki karakteristik tertentu yang identik dengan ideologi tertentu pula.
Setidal-nya ada tiga ideologi yang berkembang dalam dunia pendidikan, yaitu
konservatif, liberal dan kapitalis. Perbedaan dari ketiga ideology tersebut
terkait dengan bagaimana pandangan manusia terkait dengan apa yang menimpanya.
Hal ini akan berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh
pendidikan dengan ideologi tertentu. Dan makalah ini akan membahas mengenai
ideologi pendidikan konservatif.
PEMBAHASAN
1.IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF
A.
PENGERTIAN IDEOLOGI
Secara harfiah ideologi
berasal dari kata “ide” dan “logis” yang dapat diartikan sebagai aturan atau
hukum tentang ide, konsep ini berasal dari Plato. Ditinjau dari pendekatan
aliran, pengertian ideologi dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
·
Ideologi sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang
kebenaran yang dianggap terberi, alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi
tingkah laku manusia
·
Ideologi sebagai ilmu yang mengkaji bagaimana ide-ide
tentang suatu hal diperoleh manusia dari pengalaman serta tertata dalam benak
untuk kemudian membentuk kesadaran yang mempengaruhi tingkah laku.
Ideologi sebagai sistem nilai atau keyakinan yang
diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Sedangkan
berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), idiologi memiliki arti
Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang
memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang
atau suatu golangan; Paham, Teori dan Tujuan yang merupakan satu program sosial
politik.[1]
B.
PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian din', kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak
dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan
dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar
kebudayaan melewati generasi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan
khususnya di Indonesia yaitu :
·
Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan
baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga
sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak
yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga
dengan baik.
·
Faltor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.
Dimana, masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya
pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
C.
PENGETIAN KONSERVATIF
Istilah konservatif berasal
dari kata dalam bahasa Latin conservare, yang dapat diartikan “melestarikan,
menjaga, memelihara, mengamalkan”. Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai
yang mapan dan berbeda-beda, maka kaum konservatif di berbagai kebudayaan
mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Hal yang sama dikemukakan oleh Farida
(2009) yang menyatakan bahwa konservatif berasal dari bahasa latin com servare,
yang artinya "melindungi dari kerusakan/kerugian". Jadi orang yg
dinamakan "kolot/konservatif" adalah orang yang tidak mau melakukan
perubahan karena kuatir mempunyai dampak yang tidak baik terhadap dirinya
maupun lingkungan. Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik
sebagai “bertahannya dan penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan
kebudayaannya yang dilembagakan. Roger Scruton menyebutnya sebagai “pelestarian
ekologi sosial” dan “politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan,
selama mungkin, keberadaan sebagai kehidupan dan kesehatan dari suatu organisme
sosial. Dengan demikian konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang
mendukung nilai-nilai tradisional yang harus dipertahankan.
Sebagian pihak konservatif berusaha melestarikan
status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari
zaman yang lampau, the status quo ante. Menurut Giroux dan Aronowitz (1985),
konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa bahwa masyarakat, dalam hal
ini peserta didik, pada dasarnya tidak merencanakan perubahan atau mempengaruhi
perubahan social. Dengan pandangan seperti itu, para pendidik yang menggunakan
paradigma konservatif menganggap peserta didik tidak memiliki kekuatan atau
kekuasaan untuk melakukan perubahan atas kondisi mereka.
D.
IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF
Pendidikan sebagai anggota
ilmu pengetahuan sosial tidak terlepas dari pengaruh berbagai sudut pandang
para tokoh pemikir pendidikan. Pendidikan berupaya untuk melegitimasi atau
melanggengkan tatanan atau struktur
pendidikan juga mempunyai tugas untuk melakukan perubahan sosial dan
transformasi menuju dunia yang lebih adik. Pendidikan mempunyai tugas agar
individu mampu menghadapi perubahan sosial tersebut. Untuk sampai pada
pemilihan posisi mana yang akan dijalankan (apakah melanggengkan struktur atau
merubah struktur) dapat dicapai melalui ideologi pendidikan mana yang akan
dianut.[2]
Menurut John Dewey
pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual
dan emosional kearah alam dan semesta manusia. Berdasarkan pendapatnya maka
mendidik ialah membantu anak dengan sengaja (dengan jalan membimbing) menjadi
menusia dewasa yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri baik biologis,
psikologis, paedagogis serta sosiologis.
Adapun menurut John Dewey
pendidikan itu terdapat dua teori yang saling bertentangan antara yang satu
dengan yang lainnya, yaitu :
·
Paham Konservatif mengemukakan pendidikan adalah
sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan
kekuatan-kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Pendidikan
akan menentukan segalanya. Dalam artian pendidikan merupakan suatu proses
pembentukan jiwa dari luar dimana mata pelajaran telah ditentukan menurut
kemauan pendidik, sehingga anak tinggal menerima saja.
·
Paham Unfolding Theory berpandangan bahwa anak akan
berkembang dengan sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan latin
dimana perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti, tujuan yang
dimaksud selalu digambarkan sebagai suatu yang lengkap dan pasti.
Dalam padangan ideologi
konservatif ini memandang bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan sesuatu
yang alami, sesuatu hal yang sangat mustahil untuk kita hindari. Perubahan
dalam faham ini merupakan sesuatu hal yang tidak perlu diperjuangkan karena
faham ini percaya bahwa perubahan akan menciptakan sebuah kesengsaraan baru.
Mereka yang miskin, buta
huruf dan menderita merupakan kodrat ilahi dan kesalahan mereka sendiri karena
tidak bisa merubah dirinya sendiri. Orang miskin harus bersabar dan belajar
menunggu nasib sampai giliran mereka datang, karena pada akhirnya semua oang
akan menacapai kebebasan dan kebahagian. Sehingga dalam kaum konservatif selalu
menjunjung tinggi harmoni serta menghindarikonflik.
E.
PARADIGMA PENDIDIKAN KONSERVATIF
Pandangan pendidikan
konservatif tentang hakikat manusia menurut filsafat pandidikan konsevatif,
mausia hanya menduduki posisi sebagai objek pasif. Manusia dipandang sebagai
objek dari kebijakan Tuhan sehingga dia tidak memiliki daya upaya untuk merubah
nasib hidupnya. Apa yang telah dirasakan apa yang telah dijalani, dan apa yang
menjadi miliknya maka itulah yag terbaik bagi mereka, inilah karakter aliran
filsafat perenialis itu. Manusia konservatif tidak mampu membaca relasi-relasi
sosial yang mempengaruhi nasib hidupnya, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Dia tidak bisa membantah kondisi sosial atau nasibnya disebabkan
keyakinan yang fatalistik. Dalam diri manusia konservatif meyakini bahwa nasib,
perbuatan baik maupun buruk, adalah ketetapan (takdir) dari Tuhan. [3]
Oleh karena itu manusia
konservatif dikategorikan pada tipe berkesadaran magis. Paradigma koservatif
dalam pandangan Islam mengenal hakikat manusia sebagai objek statis tanpa
kebebasan berekspresi, berkreasi dan berdialektika dengan beragam persoalan
hidupnya. Orientasi pendidikan konservatif cenderung untuk melestarikan
norma-norma kemapanan, hal inipun senafas dengan aliran esnsialisme. Apliaksi
nyata konsep manusia sebagai objek statis bisa dilihat dalam praktek-praktek
pembelajaran yang tertuang dalam metode-metode seperti menghafal (muhafadzah),
membaca (qiraah), dan menerjemah (tarjamah), mendengar (istima’) dan
sebagainya. Manusia diposisikan sebagai objek statis dan wajib taat kepada
guru. Dalam istilahnya kaum santri dikenal semboyan smi’na waato’na. Ketika
kiayi atau ustadz mengajar atau memberikan intruksi murid-murid wajib
mendengarkan atau mentaatinya. Dalam pandangan filsafat konsevatif
potensi-potensi konflik (kontardiksi) dalam relitas sosial selalu di hindari.
Pendidikan konservatif selalu mengutamakan harmoni hubungan antar relasi-relsi,
sehingga hidup ini selalu dijalani dengan sabar dan tanpa neko-neko atau
bermacam-macam, pasrah dan tunduk pada norma-norma mapan.
Dengan demikian pendidikan
bagi kaum konservatif diibaratkan sebagai proses menerima, bersabar atau
menanggung nasib dengan penuh keyakinan bahwa mereka yakin akan mendapatkan
kebahagiaan kelak di akhirat. Paradigma pendidikan konservatif anti perubahan dan
tidak mengarah pada progresif. Tidak ada prinsip persaingan hidup, apalagi
harus merubah nasib sesuai dengan kehendaknya sendiri.
F.
MACAM-MACAM IDEOLOGI KONSERVATIF
Pendapat William F. O'neil
tentang pendidikan, bahwa pendidikan yang meminimkan kebebasan itu disebut
sebagai pendidikan yang konservatif, dan itupun terbagi menjadi 3 Yaitu:
1.
Fundamentalis Pendidikan
Fundamentalisme meliputi
semua corak konservatif politik yang pada dasarnya anti intelektual dalam arti
bahwa mereka ingin meminimalkan pertimbangan filosofis dan atau intelektual,
serta cenderung untuk mendasarkan diri mereka pada penerimaan yang relatif
tanpa kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan atau consensus sosial yang
sudah mapan yang biasanya diabsahkan sebagai akal sehat.
Pandangan aliran ini bahwa
pendidikan sebagai proses regenerasi moral sehingga menilai pengetahuan dan
kurikulum sebagai alat untuk membangun kembali masyarakat dalam pola
kesempurnaan moral, seperti yang ada di masa silam.
Bagi aliran fundamentalisme,
kesamaan di antara anak didik lebih penting ketimbang perbedaan yang ada,
sehingga metode pembelajaran yang diterapkan pun cenderung tradisional.
Misalnya, penyampaian materi dengan melulu metode ceramah, hafalan, dan
pengawasan ketat. Semua itu dikendalikan oleh guru (teacher centered), karena
siswa dianggap tak cukup mampu untuk mengarahkan proses perkembangan
intelektualnya sendiri. Ada dua variasi dari sudut pandang politisnya yang itu
diterapkan dalam dunia pendidikan.
a.
Variasi fundamentalisme pendidikan religius yaitu tampak
dalam gereja-gereja Kristen tertentu yang lebih bersifat fundamentalis, yang
memiliki komitmen sangat kuat terhadap pandangan atas kenyataan yang cukup kaku
serta harfiah
b.
Variasi fundamentalis pendidikan sekuler, yaitu
berciri mengembangkan komitmen yang sama tidak luwesnya dibanding yang
religius, terhadap cara pendang dunia melalui akal sehat yang disepakati, yang
umumnya menjadi pandangan orang dewasa.
2.
Intelektualisme Pendidikan.
Intelektualisme dari
ungkapan-ungkapan konservatisme politik yang didasarkan pada sistem-sistem
pemikiran filosofis atau religius yang pada dasarnya otoriterian. Secara umum,
konservatisme filosofis ingin mengubah praktek-praktek politik yang ada
(termasuk praktek-praktek pendidikan) demi menyesuaikan secara lebih sempurna dengan
cita-cita intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan tidak bervariasi.
Dalam dunia pendidikan
kontemporer, konservatisme filosofis mengungkapkan diri terutama sebagai
intelektualisme pendidikan, dimana dua variasi mendasar intelektualisme pendidikan
yang pada intinya bersifat skuler dan dapat diamati dalam pemikiran beberapa
orang teoritis pendidikan kontemporer.
Singkatnya, Intelektualisme
pendidikan berpendapat bahwa setiap manusia adalah makhluk rasional. Oleh
karena itu, sekolah menjadi sarana penting untuk mengajarkan cara menalar dan
menyalurkan kebijaksanaan yang tahan lama dari masa silam.
Dengan begitu, wewenang
intelektual tertinggi di sekolah terletak pada kecerdasan intelektual, bahwa
kebenaran bisa dipahami melalui proses penalaran. Sayangnya, pembelajaran
ditekankan hanya pada aspek kognitif, bukan pada aspek afektif dan sosial.
3.
Konservatisme Pendidikan
Pada dasarnya konservatisme
adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan
proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua dan mapan)
didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan, sebagai
landasan perubahan sosial yang konstruktif. Sejalan dengan itu, ditingkat
politisi orang-orang konservatif cukup mewakili dalam tulisan-tulisan para
tokoh seperti Edmund Burke.[4]
Dalam dunia pendidikan, Bagi
kaum konservatisme pendidikan, tujuan atau sasaran pendidikan adalah sebagai
pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi.
Berciri ke orientasi ke masa kini, menghormati masa silam, namun ia terutama
memusatkan perhatiannya pada kegunaan dan penerapan pola belajar mengajar di
dalam konteks sosial yang ada sekarang.
Orientasi kurikulum (khususnya mata pelajaran) pada
konservatisme pendidikan yakni mengarah kepada hal-hal yang bersifat praktis
dan lebih baru, seperti: sejarah, biologi, fisika, dan lain-lain yang dianggap
sebagai bidang-bidang yang secara langsung relevan dengan berbagai problem
masyarakat kontemporer yang paling mendesak dan harus segera diselesaikan.
Adapun dua ungkapan dasar konservatif dalam pendidikan
yaitu :
a.
Konservatisme Pendidikan Religius, yaitu menekankan
peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral
yang tepat.
b.
Konservatisme Pendidikan Sekuler yang memusatkan
perhatiannya pada perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan
praktek-praktek yang sudah ada, sebagai cara untuk menjamin pertahanan hidup
secara sosial serta efektifitas secara kuat oleh orientasi pendidikan yang
bersifat lebih al-kitabiyah dan evangelis (mendakwah agama) yang secara
teologis jelas-jelas kurang liberal jika dibanding dengan berbagai aliran
utama. Sedangkan konservatisme sekuler cenderung terwakili oleh para kritisi
yang tajam dari kalangan pendukung progresifme dan perminisifisme pendidikan.
G.
PERANAN PENDIDIKAN KONSERVATIF
Peranan pendidikan
konservatif ialah salah satu tanggung jawab kurikulum untuk mentranmisikan dan
mentafsirkan warisan sosial kepada generasi muda. Maka, sekolah sebagai salah
satu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku para siswa
sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan
peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial, karena pendidikan itu sendiri
pada hakekatnya berfungsi pula untuk menjembatani antara para siswa selaku anak
didik dengan orang dewasa di dalam suatu proses pembudayaan yang semakin
berkembang menjadi lebih komplek, dengan adanya peranan konservatif ini maka
sesungguhnya pendidikan itu berorentasi pada masa lampau. Namun peranan
pendidikan konservatif ini sangat mendasar sifatnya.
Sebagaimana pendapatnya John
Dewey, bahwasanya pendidikan konservatif merupakan suatu pembentukan terhadap
pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan atau kemampuan IQ peserta didik yang
ada di dalam dirinya. Pendidikan akan menentukan segalanya. Dalam artian
pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa dari luar.
H.
TUJUAN KONSERVATIF
Bagi kaum konservatif,
tujuan atau asaran pendidikan adalah sebagai sarana pelestarian dan penerusan
pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi. Berciri "orientasi ke
masa kini", para pendidik konservatif sangat menghargai masa silam, namun
terutama memusatkan perhatiannya pada kegunaan dan pola-pola belajar mengajar didalam
konteks sosial yang ada sekarang ini. Ia ingin mempromosikan perkembangan
masyarakat kontemporer yang seutuhnya dengan cara memastikan terjadinya
perubahan yang perlahan-lahan dan bersifat organis yang sesuai dengan
keperluan-keperluan legal intitusional suatu kemapanan. Selain itu
konservatisme juga bertujuan untuk mendorong pemapanan dan penghargaan bagi
lembaga-lembaga, tradisi-tradisi dan proses-proses budaya yang sudah teruji
oleh waktu, termasuk rasa hormat yang tinggi.[5] Dengan demikian, kaum konservatif
menganggap bahwa meneruskan informasi dan keterampilan yang sesuai, supaya
berhasil dalam tatanan soial yang ada, adalah merupakan tujuan lembaga
pendidikannya.
I.
KELEMAHAN DAN KELEBIHAN KONSEP PENDIDIKAN
KONSERVATISME
Berdasarkan faham
konservatif kebenaran yang diajarkan di
dalam pendidikan adalah kebenaran yang condong dikatakan mutlak benar, bersifat
wahyu, relatif tanpa kritik. Pendidikan yang seperti ini banyak di pakai di
abad pertengahan oleh pihak agamawan, maupun sampai sekarang juga dipakai oleh
pihak agamawan, tanpa memberi kesempatan untuk siswa berpikir yang berbeda,
atau meminimkan perkembangan intelektual dari siswanya. Perbedaan bukan
dianggap sebagai hal yang biasa, melainkan sudah dianggap sebagai perselisihan
yang kadang dianggap sebagai sebuah perlawanan atau pemberontakan. Bisa kita
pahami, mengapa ketika Galileo berbeda dari pihak gereja tentang pusat
tatasurya, maka yang ada adalah anggapan pemberontakan yang berakhir di ujung
kematiannya.
Konservatisme pada dasarnya
adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan
proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua atau dan
mapan), didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan,
sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif". Pendidikan yang
konservatif beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan
penerusan pola sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan.
Penulis tidak mengatakan
bahwa sistem konservatif ini jelek, harus dirubah atau mesti diganti, tapi marilah
kita melihat kenyataan bahwa sistem yang menggunakan Pandangan ini mengandung
beberapa kelemahan meski juga mengandung beberapa kelebihan.
Kelemahannya adalah, bahwa
dengan penerapan sistem pedagogy ini, manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang
memiliki keunikan sendiri, yang memiliki talenta sendiri, memiliki minat
sendiri, memiliki kelebihan sendiri, menjadi tidak berkembang, menjadi tidak
bisa mengeksplor dirinya sendiri, tidak mampu menyampaikan kebenarannya
sendiri, sebab yang memiliki kebenaran adalah masa lalu, adalah sesuatu yang
sudah mapan dan sudah ada sampai sekarang. Perbedaan bukanlah menjadi hal yang
biasa, melainkan jika ada yang berbeda itu akan dianggap sebagai sebuah
perlawanan dan pemberontakan.
Tetapi Pedagogy memiliki
kelebihan tersendiri, yakni di dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali
oleh orang-orang terdahulu, maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa
dilanjutkan oleh generasi mendatang. Generasi mendatang tidak perlu mulai dari
nol lagi, melainkan tinggal melanjutkan apa yang sudah ditemukan, apa yang
sudah dirintis, apa yang sudah dimulai oleh generasi mendatang
Jadi dapat dipahami bahwa
konsep konservatif yang biasanya dipakai
di dalam pendidikan yakni bahwa pendidikan itu menempatkan murid/siswa sebagai
obyek di dalam pendidikan, mereka mesti menerima pendidikan yang sudah di set
up oleh sistem pendidikan, di set up oleh gurunya/pengajarnya apa-apa saja yang
harus dipelajari, materi-materi apa saja yang akan diterima, yang akan
disampaikan, metode panyampaiannya, dan lain-lain. Itu semua tergantung kepada
pengajar dan tergantung kepada sistem. Murid sebagai obyek dari pendidikan.
J.
FUNGSI-FUNGSI KONSERVATISME
Wuradji (1988) menyatakan
bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi-fungsi sebagai
berikut. (1) Fungsi kontrol sosial (2) Fungsi pelestarian budaya Masyarakat (3)
Fungsi seleksi dan alokasi dan lain sebagainya. Tapi berdasarkan satuan acara
perkuliahan, dalam makalah ini kami hanya mencantumkan tiga fungsi saja.
1)
Fungsi Kontrol Sosial
Proses Kontrol Sosial adalah
Proses pengawasan/pengendalian oleh pendidik terhadap tingkah laku anak didik
berupa kontrol psikologis dan nonfisik, ini merupakan tekanan mental terhadap
individu sehingga individu akan bersikap dan bertindak sesuai penilaian
masyarakat.
Dalam arti yang sempit
dengan kontrol sosial dimaksud pengendalian eksternal atas kelakuan individu
oleh orang lain yang memegang otoritas atau kekuasaan.
Manfaat dengan adanya kontrol sosial yaitu:
·
Terjaminnya kelangsungan kehidupan masyarakat.
·
Terjadinya keterpaduan di dalam masyarakat.
·
Terjadinya proses pembentukan kepribadian sesuai
keinginan kelompok masyarakat tersebut.
Sedangkan cara-cara melakukan kontrol sosial adalah
sebagai berikut:
·
Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan
norma-norma masyarakat.
·
Memberi penghargaan kepada anggota masyarakat yang
taat pada norma-norma sosial.
·
Mengembangkan rasa malu dalam diri anggota masyarakat
bila menyimpang dari norma-norma sosial.
·
Menimbulkan rasa takut bila melanggarnya.
·
Menciptakan sistem baku, yaitu tata tertib beserta
sanksi-sanksi tegas.
Sekolah dalam menanamkan
nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga
berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan kontrol sosial.
Melalui pendidikan semacam ini individu bisa mengambil nilai-nilai sosial dan
melakukan interaksi dalam kehidupannya sehari-hari.
Sekolah sebagai lembaga yang
berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan proses sosialisasi serta
kontrol sosial diharapkan bisa mendidik peserta didiknya lebih berkualitas.
Sehingga tatanan masyarakat bisa terjalin dengan baik. Selain itu, sekolah juga
berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang
dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus
menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia
kepada anak-anak di sekolah.
Jadi, Dapat disimpulkan bahwa pendidikan berfungsi
sebagai kontrol sosial. Sekolah mengajarkan kita nilai-nilai tertentu seperti,
ketaatan, disiplin, hormat ketekunan, dan ketepatan waktu. Sekolah juga
mengajarkan kita sesuai, melainkan mendorong kita untuk menjadi baik dan menjadi
warga negara yang taat hukum.
2)
Pelestarian Budaya
Pendidikan juga berfungsi
sebagai agen dalam transmisi budaya. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah
melakukan fungsi conservable untuk mengirimkan budaya yang dominan. Dalam
bersekolah, generasi muda terkena norma-norma keyakinan, dan nilai-nilai yang
telah lama ada di suatu budaya tertentu.
Sekolah di samping mempunyai
tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus
melestarikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti
bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan
sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.[5]
Sebagai contoh adalah adanya
kurikulum pendidikan yang mengadakan pelajaran muatan lokal. Khusus di daerah
Jawa Barat untuk pelestarian budaya di setiap sekolah diwajibkan adanya muatan
lokal yaitu mata pelajaran bahasa Sunda serta kesenian setempat. Begitu juga
untuk daerah-daerah yang ada di Indonesia, dimaksudkan supaya siswa lebih cinta
terhadap daerahnya serta tanah air.
Fungsi sekolah berkaitan
dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu
pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk
mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada
suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya. Kedua sekolah
mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan
mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.
Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang
berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan
nilai-nilai daerah tertentu.
Oleh karena itu sekolah
harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan psera didik menjadi sosok
yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.
3)
Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
Jika kita amati apa yang
terjadi dalam masyarakat dalam rangka menyiapkan tenaga kerja untuk suatu
jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan,
latihan untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja tertentu.
Proses seleksi ini terjadi
di segala bidang baik ketika hendak masuk sekolah maupun hendak masuk pada
jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian tertentu,
untuk masuk suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan tertentu.
Sebagai contoh untuk dapat masuk pada suatu sekolah menengah tertentu harus
menyerahkan nilai EBTA Murni (NEM). Dan nilai NEM yang masuk dipilih nilai NEM
yang tinggi dari nilai tertentu sampai nilai yang terendah. Jika bukan nilai
yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi biaya sekolah yang tak terjangkau
untuk masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya rendah dan
ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi. Demikian pula
untuk memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang diharuskan mengikuti
seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya untuk memperoleh tenaga kerja yang
cakap dan terampil sesuai dengan jabatan yang akan dipangkunya.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan
dan pengembangan tenaga kerja mempunyai dua hal sebagai berikut:
·
Sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kera
profesional dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai
bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan
yang tinggi dalam bidangnya.
·
Dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar
memiliki tanggung jawab terhadap kanier dan pekerjaan yang dipangkunya.
Sekolah mengajarkan
bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu, patuh terhadap
pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat
menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia,
dengan memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam
tugasnya.
Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan
pendidikan. Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang
keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang
terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan
seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan
bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di
atas fungsi konservatif pendidikan adalah bagaimana mewariskan dan
mempertahankan identitas dan cita-cita suatu masyarakat. Sedangkan fungsi
progressif pendidikan adalah bagaimana aktivitas pendidikan dapat memberi
pembekalan dan pengembangan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan, sehingga
generasi penerus memiliki kemampuan dan kesiapan untuk menghadapi tantangan
kehidupan masa depan.
Dalam sebuah pendidikan erat
kaitannya dengan suatu lembaga pendidikan khususnya formal seperti sekolah.
Bahwa sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang berperan penting di dalam
penyaluran bakat-bakat setiap individu, dimana di dalam pendidikan terdapat
fungsi-fungsi yang akan mengarahkan individu pada kedewasaan baik secara fisik
maupun mental. Selain sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berperan didalam
menyalurkan bakat-bakat, pendidikan juga berfungsi sebagai agen kontrol sosial,
pelestari kebudayaan dan seleksi dan latihan, dimana didalam menjalankan
fungsinya sekolah sebagai lembaga pendidikan harus mampu mengontrol
(mengendalikan) para peserta didik untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikans Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Pendidikan Nasional. (Jakarta: Balai Pustaka,
2001).
Zahra Idris, Dasar-dasar
Kependidikan (Padang; Angkasa raya, 1981).
Uyoh Sadullah, Pengantar
Filsafat Pendidikan (Bandung, Alfabeta, 2009).
Oneil F, William.2002. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zakiyuddin Baidhawy. Pendidikan Berwawasan Mulitikulltur.Jakarta: Erlangga.2005.
[1]
Depdikans
Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Pendidikan Nasional. (Jakarta: Balai Pustaka,
2001), hal. 123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar