1 / 3
belajar satu
2 / 3
belajar 2
3 / 3
Caption Three

Rabu, 29 Maret 2017

Profil Cendekiawan Muslim dalam Perspektif Al-Qur’an



Kalau kita menelaah al-Qur’an, kita akan dapat menemukan bahwa term yang digunakan oleh Allah untuk menyebut sekelompok orang yang mau menggunakan rasionalitas dan intelektualitasnya dengan baik sesuai dengan tuntunan yang ditetapkan-Nya, disebut dengan istilah ulul-albab. Term Ulul-Albab di dalam al-qur’an disebut sebanyak 16 kali. Dari beberapa keritaria yang tersirat didalamnya dapat disimpulkan bahwa Ulul-Albab menurut konsepsi al-qur’an adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah swt. Di antara keistimewaannya ialah; mereke diberi hikmah, kebijaksanaan dan pengetahuan disamping pengetahuan yang diperoleh mereke secara empiris:


“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang telah diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak, dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul-Albab” (QS 2:269).
 
Disebutkan pula dalam al-Qur’an bahwa: “Mereka adalah orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia” ( QS. Yusuf: 111).

Dipelajarinya sejarah berbagai bangsa, kemudian disimpulkannya satu pelajaran yang bermanfaat yang dapat dijadikan petunjuk dalam mengambil keputusan dalam kehidupan ini.
“Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah dan mereka itulah ulul-albab.” (QS. Ali Imran:7).

Ulul-Albab dan Konsep Barat Mengenai Intelektual
Sebelum berbicara lebih jauh tentang ulul-albab, ada baiknya kalau kita tinjau terlebih dahulu beberapa istilah lain dalm bahasa Indonesia, yaitu sarjana, ilmuan, intelektual. Sarjana diartikan sebagai orang yang lulus dari perguruan tinggi dengan membawa gelar. Jumlahnya banyak karena setiap tahunnya universitas memproduksi sarjana. Ilmuwan adalah orang yang mendalami ilmunya, kemudian mengembangkan ilmunya baik dengan pengamatan maupun dengan analisisnya sendiri. Di ataran sekian banyak sarjana beberap orang sajalah yang menjadi ilmuwan, sebagian besar terbenam dalam kegiatan rutin dan menjadi tukang-tukang profesional.

Kaum intelektual bukanlah sarjana yang hanya menunjukkan sekelompok orang yang telah melewati penddidikan tinggi dan telah memperoleh gelar. Mereka juga bukan sekedar ilmuwan yang mendalami dan mengembangkan ilmu dengan penelaran dan penelitian. Mereka adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah. James Mac Greger Burns, ketika berbicara tentang intelectual leadership sebagai transforming leadership berkata bahwa intellectual adalah a devotee of ideas, knowledge, values. Intelektual ialah orang yang telibat secara kritis dengan nilai tujuan dan cita-cita, yang mengatasi kebutuhan praktis. “Dalam definisi ini, orang yang mengarap hanya gagasan-gagasan dan data analitis adalah seorang teoritis; orang yang bekerja hanya dengan gagasan-gagasan normatif adalah seorang moralis; orang yang menggarap sekaligus menggabungkan keduanya lewat imajinasi yang teratur adalah seorang intelektual. Kata Burns. Jadi intelektual adalah orang yang mencoba membentuk lingkungannya dengan gagasan-gagasan analitis dan normatifnya. Sedang menurut Edward A.Shils, dalam international Encyclopedia of the social science, tugas intelektual ialah “menafsirkan pengalaman masa lalu masyarakat, mendidik pemuda dalam tradisi dan pengalaman masyarakatnya, melancarakan dan membimbing pengalamaan estetis dan keagaamaan berbagai sektor masyarakat…”

Di dalam masyarakat Islam, seorang intelektual bukan saja seorang yang memahami sejarah bangsanya, dan sanggup melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatif yang cemerlang melainkan juga menguasai sejarah Islam-seorang Islamologis. Untuk pengertian ini al-Qur’an mempunyai istilah khusus yaitu ulul-albab.

Tanda-tanda Ulul-Albab
Apa-tanda-tanda ulul-albab? Selain beberapa keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada mereka, seperti yang telah dikemukakan di atas, selanjutnya akan dikemukakan lima tanda lagi menurut al-qur’an:

Tanda pertama
, bersungguh- sungguh mencari ilmu, seperti disebutkan dalam al-Quran : “Dan orang-orang yang sungguh-sungguh dalam ilmu pengetahuannya, mengembangkannya dengan seluruh tenaganya, sambil berkata: “ kami percaya ini semua berasal dari hadirat Tuhan kami, dan tidak mendapat peringatan seperti itu kecuali Ulul-albab.”(QS.3:7).
Termasuk dalam bersungguh mencari ilmu adalah kesenangannya menafakuri ciptannya di langit dan di bumi. Allah menyebutkan tanda Ulul-Albab ini sebgai berikut: “Sesungguhnya dalam proses penciptaan langit dan bumi, dalam pergiliran siang dan malam, adalah tanda-tanda bagi ulul-albab
(orang-orang yg berakal).(QS 3:190).

Al-Qur’an mengajarkan kepada kita dua hal; yaitu tafakkur dan tasyakkur. Tafakkur adalah merenungkan ciptaan Allah di langit dan di bumi kemudian menangkap hukum-hukum yang terdapat di allam semesta. Tafakkur inilah yang sekarang disebut Sciense. Tasyakur ialah memanfaatakan nikmat yang telah diberikan oleh Allah dengan mengunakan akal fikiran sehingga kenikmatan itu makin bertambah. Dalam istilah modern tasyakkur disebut dengan teknologi. Sementara ulul albab, merenungkan ciptaan Allah di langit dan di bumi dan berusaha mengembangkan ilmunya sedemikian rupa, sehingga kenikmatan allah ini dilipat gandakan nikmatnya.
 
Tanda kedua, mampu memisahkan yang jelek dari yang baik, kemudian ia pilih yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan yang baik itu, dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh banyak orang. Allah berfirman: “Katakanlah tidak sama kejelekan dan kebaikan walaupun banyaknya kejelekan itu mencengangkan engkau. Maka takutlah kepada Allah hai Ulul-Albab” (QS 5:100).

Tanda Ketiga, kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, atau dalil yang dikemukakan oleh orang lain
. yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.  (QS Az-Zumar: 18).

Tanda keempat, bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakatnya: bersedia memberikan perigatan kepada masyarakatnya, diperingatkannya mereka kalau terjadi ketimpangan dan diprotesnya kalau terdapat ketidak adilan. Dia tidak duduk berpangku tangan di laboratorium, dia tidak senang hanya terbenam dengan buku-buku di perpustakaan; dia tampil dihadapan masyarakat, terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidakberesan ditengah-tengah masyarakat. “(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya mereka adalah Tuhan yag maha esa dan agar ulul albab mengambil pelajaran” (QS Ibrahim: 52).

Tanda kelima, tidak takut kepada sipapun kecuali kepada Allah. Berkali-kali al-Qur’an menjelaskan bahwa ulul-Albab hanya takut kepada Allah. ”Dan berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepadaku hai ulul-albab” (QS 2:197).

Ulul-Albab: Intelektual Plus
Dari ilustrasi di atas, tampaknya seorang ulul-albab tidak jauh dengan intelektual; ini jika dilihat dari tanda ulil-albab yang telah disebutkan seperti : bersungguh dalam mempelajari ilmu, mau mempertahankan keyakinannya, dan merasa terpanggil untuk memperbaiki masyrakatnya. Namun dalam ayat lain , Allah dengan jelas membedakan seorang ulul albab dengan intelektual: “Apakah orang-orang yang bangun tengah malam. Lalu bersujud dan berdiri karena takut menghadapi akhirat, dan mengharapkan rahmat tuhannya; samakah orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu dan tidak memperoleh peringatan seperti itu kecuali ulul-albab” (QS Az-Zumar: 9).

Dengan merujuk kepada firman Allah di atas, inilah ciri khas yang membedakan ulul albab dengan ilmuwan atau intelektual lainnya. Ulul albab rajin bangun tengah malam untuk bersujud dan ruku’ di hadapan Allah. Dia merintih pada waktu dini hari, mengajukan segala derita dan segala permohonan ampunan kepada Allah SWT. semata-mata hanya mengharap rahmatnya. Tanda khas yang lain yang disebutkan dalam al-Qur’an: “Dia berdzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, dalam keadaan duduk, dan dalam keadaan terlentang” (QS 3:191).

Kalau dapat disimpulkan dalam satu rumus, maka ulul-albab adalah sama dengan intelektual plus ketakwaan, intelektual plus kesalehan. Dari dalam diri ulul-albab berpadu sifat-sifat ilmu, sifat-sifat intelektual, dan sifat orang yang dekat dengan Allah swt. Sebetulnya Islam mengharapkan dari setiap jenjang pendidikan lahir ulul-albab, bukan sekedar sarjana yang tidak begitu banyak gunanya, kecuali untuk mengerjakan pekerjaan rutin. Islam mengharapkan dari jenjang-jenjang pendidikan lahir ilmuwan yang intelektual dan yang sekaligus ulul-albab. 
Oleh: Abdullah Syamsul Arifin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar