BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.
Dengan makin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin banyak diperlukan waktu untuk memahami kebudayaannya sendiri.
Dengan makin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin banyak diperlukan waktu untuk memahami kebudayaannya sendiri.
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.
Dengan makin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin banyak diperlukan waktu untuk memahami kebudayaannya sendiri.
Dengan makin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin banyak diperlukan waktu untuk memahami kebudayaannya sendiri.
Hal ini membuat kebudayaan di masa depan tidak dapat diramalkan secara pasti, sehingga dalam mempelajari kebudayaan baru diperlukan metode baru untuk mempelajarinya. Dalam hal ini pendidik dan antropolog harus saling bekerja sama, dimana keduanya sama-sama memiliki peran yang penting dan saling berhubungan. Pendidikan bersifat konservatif yang bertujuan mengumpulkan hasil-hasil prestasi kebudayaan, yang dilakukan oleh pemuda-pemudi sehinga dapat menyesuaikan diri pada kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan diluar kebudayaan serta merintis jalan untuk melakukan perubahan terhadap kebudayaan.
B.Rumusan Masalah
Tipe-tipe sistem pendidikan di masyarakat dalam perspektif antropologis
Sistem pendidikan di masyarakat dalam perspektif antropologis
Analisis sosio-antropologis sistem pendidikan
Kontribusi pendekatan sosiologi oleh para Tokoh Sosiologi Pendidikan
Teori Sosiologi sebagai Pendekatan
C.Tujuan Penulis
Untuk mengetahui tipe-tipe sistem pendidikan di masyarakat dalam perspektif antropologis
Untuk mengetahui sistem pendidikan di masyarakat dalam perspektif antropologis
Untuk memahami tentang analisis sosio-antropologis sistem pendidikan
Untuk mengetahui kontribusi pendekatan sosiologi oleh para tokoh sosiologi pendidikan
Untuk mengetahui bagaimana teori sosiologi sebagai pendekatan
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Antropologi
Antropologi adalah kajian tentang manusia dan cara-cara hidup mereka. Antropologi mempunyai dua cabang utama, yaitu antropologi yang mengkaji evolusi fisik manusia dan adaptasinya terhadap lingkungan yang berbeda-beda, dan antropologi budaya yang mengkaji baik kebudayaan-kebudayaan yang masih ada maupun kebudayaan yang sudah punah. Secara umum antropologi budaya mencakup antropologi bahasa yang mengkaji bentuk-bentuk bahasa, arkeologi yang mengkaji kebudayaan-kebudayaan yang masih punah, etnologi yang mengkaji kebudayaan yang masih ada atau kebudayaan yang hidup yang masih dapat di amati secara langsung.
Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitikberatkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Antropologi adalah suatu ilmu yang memahami sifat – sifat semua jenis manusia secara lebih banyak. Antropologi yang dahulu dibutuhkan oleh kaum misionaris untuk penyebaran agama Nasrani dan bersamaan dengan itu berlangsung system penjajahan atas Negara – Negara di luar Eropa, dewasa ini dibutuhkan bagi kepentingan kemanusiaan yang lebih luas. Studi antropologi selain untuk kepentingan pengembangan ilmu itu sendiri, di Negara – Negara yang telah membangun sangat diperlukan bagi pembuatan – pembuatan kebijakan dalam rangka pembangunan dan pengembangan masyarakat.
Sebagai suatu disiplin ilmu yang sangat luas cakupannya, maka tidak ada seorang ahli antropologi yang mampu menelaah dan menguasai antropologi secara sempurna. Demikianlah maka antropologi dipecah – pecah menjadi beberapa bagian dan para ahli antropologi masing – masing mengkhususkan diri pada spesialisasi sesuai dengan minat dan kemampuannya untuk mendalami studi secara mendalam pada bagian – bagian tertentu dalam antropologi. Dengan demikian, spesialisasi studi antropologi menjadi banyak, sesuai dengan perkembangan ahli – ahli antropologi dalam mengarahkan studinya untuk lebih mamahami sifat – sifat dan hajat hidup manusia secara lebih banyak.
B.Pengertian Sosiologi
Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari kata "socius" yang berarti teman dan "logos" yang berarti berkata atau berbicara. Jadi sosiologi artinya berbicara tentang manusia yang berteman atau bermasyarakat. Secara terminologi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-perubahan sosial. Adapun objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah meningkatakan daya atau kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya.
Sosiologi adalah bagian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia yang berusaha mencari tahu tentang hakekat dan sebab-sebab dari berbagai pola pikiran dan tindakan manusia yang teratur dapat berulang. Berbeda dengan psikologi yang memusatkan perhatiannya pada karakteristik pikiran dan tindakan orang per-orangan, sosiologi hanya tertarik kepada pikiran dan tindakan yang dimunculkan seseorang sebagai anggota suatu kolompok atau masyarakat.
Namun perlu diingat bahwa sosiologi adalah disiplin ilmu yang luas dan mencakup banyak hal, dan ada banyak jenis sosiolog yang mempelajari sesuatu yang berbeda dengan tujuan berbeda-beda.
Selain itu, sosiologi terminologikal juga diartikan sebagai studi sistematis mengenai keadaan kelompok dan masyarakat serta gejala-gejalanya yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi setiap tindakan. Sosiologi tidak membahas individu, akan tetapi lebih kepada gejala-gejala sosial yang berdasar pada penjelasan sejarah, peristiwa dan kehidupan nyata.
Sosiologi juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni antar hubungan di antara manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formil maupun materil, baik statis maupun dinamis.
C.Tipe-Tipe Sistem Pendidikan di Masyarakat
Dalam perspektif antropologis, pendidikan merupakan gejala budaya. Dengan demikian menurut para antropolog, pendidikan adalah setiap sistem budaya atau instruksi intelektual yang formal atau semiformal. Pendidikan adalah ciri masyarakat manusia yang universal. Walaupun sebagai universalitas kebudayaan, sifat spesifiknya sangat berbeda antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lainnya. Randall Colliins (1977) mengemukakan 3 tipe dasar pendidikan yang ditemukan diseluruh masyarakat dunia, yaitu :
Pendidikan ketrampilan praktisaan, pendidikan ketrampilan praktis ini dirancang untuk memberikan ketrampilan dan kemampuan teknis tertentu yang dipandang penting dalam melakukan kegiatan-kegiatan pekerjaan lain. Pendidikan ini didasarkan pada bentuk pengajaran guru magang (master-apprentice). Pendidikan praktis ini menarik perhatian karena beragam ritual yang khas pada pendidikan birokratis dan tidak ada kelompok status. Di sini, tidak diperlukan pengawas, ujian kenaikan tingkat atau derajat. Sebab, ujian satu-satunya yang layak untuk keefektifan tipe pendidikan ini ialah keberhasilan dalam praktek.
Pendidikan keanggotaan kelompok status, pendidikan ini dilakukan untuk tujuan simbolisasi dan memperkuat prestise dan hak-hak istimewa kelompok elite dalam masyarakat yang memiliki pelapisan sosial. Dalam perspektif historis, pendidikan lebih sering digunakan untuk mengorganisasi kelompok status daripada untuk tujuan-tujuan lain. Karena fokus kegiatan kelompok status dibedakan secara tajam dari pendidikan praktis dengan diabaikannya ketrampilan produktif secara material. Pendidikan kelompok status bersifat seremonial, estetik, dan terlepas dari kegiatan-kegiatan praktis. Ritualnya jarang mempunyai peringkat yang dramatis di dalam kelompok. Tidak ada kenaikan derajat. Perbedaan utama adalah di antara orang dalam dan orang luar, bukan di antara anggota-anggota kelompok. Sering tidak diperlukan pengawas formal. Tidak adanya derajat formal mencerminkan kenyataan bahwa pencapaian kebudayaan kelompok status merupakan tujuan pendidikan.
Pendidikan briokratis, pendidikan ini bersifat umum di berbagai peradaban besar, khususnya pada peradaban yang memiliki birokrasi yang tersentralisasi. Ini dari sistem ini adalah sistem ujian. Ujian-ujian yang ketat harus dilewati agar individu-individu itu dapat memasuki posisi-posisi penting dalam birokrasi pemerintahan. Semakin tinggi suatu posisi, semakin rumit rangkaian ujian yang harus ditempuh oleh seorang calon. Biasanya hanya sebagia kecil dari calon-calon sarjana yang lulus pada setiap ujian, (Collins, 1977).
D.Sistem Pendidikan di Masyarakat
Sistem pendidikan moderen muncul pada abad ke 19,akan tetapi, sistem pendidikan di Amerika telah maju dengan skala yang sudah jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan lainnya. Masyarakat moderen untuk beberapa waktu telah mempunyai sistem pendidikan paling masif didunia. Semua pemuda melanjutkan pendidikannya ke pendidikan menengah, dan lebih dari setengah lulusan sekolah menengah atas memasuki perguruan tinggi. Masyarakat moderen mempunyai jumlah perguruan tinggi dan universitas yang banyak dibandingkan negara lain di dunia ini.
Pada awal abad ke 19, di Amerika sedikit terdapat pendidik Teorian formal, mahasiswanya berjumlah sedikit dan itupun banyak yang tidak selesai. Pada masa itu tidak ada sistem pendidikan dasar dan menengah milik pemerintah. Pertengahan abad ke 19, sekolah dasar negri pertama dibentuk. Pendidikan dasar dengan cepat tumbuh di negara ini, adapun pendidikan menengah negri baru didirikan pada pertengahan kedua abad itu, namun masih sedikit siswa yang mendaftar. Awal abad ke 20 terjadi konversi sekolah menengah dari persiapan perguruan tinggi menjadi lembaga massa, dan pendaftaranpun melonjak. Perubahan besar lainnya dalam pendidikan Amerika terjadi sesudah perang dunia II. Selama periode ini, pendaftaran ke perguruan tinggi meningkat secara dramatis. Pada tahun 1940 hanya 16% dari lulusan sekolah menengah atas yang meneruskan ke perguruan tinggi. Akan tetapi, pada tahun 1980. Kira-kira 57% yang meneruskan.
E. Analisis sosio-antropologis sistem pendidikan
1. Teori Fungsionalis
Teori ini sampai saat ini masih mendominasi pemikiran antropologi-sosiologi-kontemporer mengenai pendidikan. Teori ini berusaha menjelaskan sifat pendidikan dan ekspansisnya pada abad ke 19 sebagai akibat adanya persyaratan yang timbul dari perubahan teknologi dan ekonomi. Pendidikan di Amereika dinilai telah mempunyai bentuk tertentu karena kontribusi positifnya terhadap masyarakat industri.
Prinsip-prinsip utama teori ini diringkas oleh Collins (1979) sbb :
Persyaratan pendidikan untuk pekerja-pekerja masyarakat industri terus meningkat sebagai akibat adanya perubahan teknologi
Pendidikan formal memberikan latihan yang diperlukan kepada orang-orang untuk mendapatkan pekerjaan yang menuntut ketrampilan lebih tinggi
Persyaratan pendidikan untuk bekerja terus meningkat serta semakin banyak orang dituntut untuk menghabiskan waktu yang lebih lama di sekolah
2. Teori Bowles dan Gintis
Bowles dan Gintis percaya bahwa tujuan pendidikan yang tepat adalah meningkatkan penyelidikan intelektual yang terbuka, kreatif, dan pertumbuhan manusia yang positif. Jenis sistem pendidikan yang benar ialah sistem yang menjurus pada kepuasan pribadi dan pemenuhan intelektual emosional.
Salah satu cara yang menunjukan bahwa Bowles dan Gintis berusaha untuk memperlihatkan argumen mereka adalah menyelidiki tuntutan meritokratik yang dipromosikan secara luas oleh sistem pendidikan. Tuntutan-tuntutan itu pada umumnya memandang bahwa sukses ekonomi merupakan hasil jasa individu. Menurut mereka, sukses ekonomi disebabkan terutama oleh adanya kapasitas intelektual yang superior, sedangkan kegagalan ekonomi merupakan akibat dari tidak adanya kapasitas demikian.
Bowles dan Gintis mendesak tuntutan bahwa masyarakat moderen sebagai suatu meritokrasi tidak berlaku. Mereka mengemukakan bukti yang sangat meyakinkan untuk mendukung pernyataannya. Mereka memperlihatkan bahwa sukses ekonomi mempunyai hubungan erat dengan tingkat kelas dan kecil sekali hubungannya dengan IQ dan angka-angka tes kognisi (Sanderson,2003)
Bowles dan Gintis mengemukakan temuan-temuan penelitian yang memperlihatkan bahwa sifat-sifat kepribadian yang paling dinilai dan dihargai adalah sifat kepribadian yang paling dihargai di tempat kerja. Mereka memperlihatkan bahwa hubungan sosial pada tingkat pendidikan yang berbeda mencerminkan hubungan sosial di lingkungan kerja yang berbeda.
Dalam mendukung argumennya, Bowles dan Gintis berupaya memperlihatkan bahwa teori mereka mendapat pembenaran dalam sejarah pendidikan Amerika. Mereka mencatat bahwa timbulnya pendidikan negara bagi masyarakat pada pertengahan abad ke-19 di Amerika bertepatan dengan awal masa industrialisasi dan munculnya sistem pabrik.mereka menginterpretasikan introduksi pendidikan negara sebagai respons kaum kapitalis terhadap kebutuhan yang dituntut oleh masa industrialisasi ini.
3.Teori Randall Collins
Dalam mengembangkan teorinya, Collins menggunakan konsep Weber mengenai kelompok status. Menurutnya kelompok-kelompok status itu sebagai hal yang paling penting daripada kelas dalam pembentukan sistem pendidikan Amerika. Menurut Collins kelompok-kelompok status yang pling penting ialah kelompok-kelompok etnis.
Pandangan Collins karakter pendidikan Amerika dan ekspansinya yang dramatis sebagai akibat adanya keragaman etnis yang besar dalam masyarakat Amerika. Keragaman tersebut menimbulkan perjuangan di kalangan kelompok-kelompok etnis itu untuk memperoleh hak-hak istimewa dan prestise. Ini dimulai pada abad ke-19 sampai abad ke- 20. Bagi mereka, pendidikan adalah suatu mekanisme untuk mengalihkan nilai-nilai budaya yang dominan kepada kelompok-kelompok pekerja yang baru, ataupun sebagai sumber daya yang hendak digunakan untuk memperkuat keunggulan ekonomi mereka. Sementara itu, kelompok-kelompok di bawahnya melihat pendidikan sebagai sumber daya yang dapat mereka gunakan dalam upaya memperbaiki status ekonomi mereka. Collins menyebutkan proses ini sebagai inflasi kredensial. Dalam dunia pendidikan, inflasi kredensial itu berarti bahwa jumlah pendidikan yang sama tidak lagi dapat membeli apa yang pernah terbeli. Orang harus memperoleh lebih tinggi lagi agar tetap sebanding dalam perjuangan memperoleh sukses ekonomi.
Collins membuat cacatan khusus bahwa lembaga-lembaga pendidikan Amerika dipaksa untuk membuat perubahan besar dalam kurikulum mereka dan dalam karakter umum mereka agar menarik perhatian peminat massa yang semakin meningkat. Perubahan-perubahan meliputi dituangkannya kurikulum seni liberal yang klasik dan diperkenalkannya sejumlahsejumlah kegiatan extrakurikuler.
Randall Collins (1979:124-125) menyebutkan bahwa penampilan utama universitas yang dihidupkan kembali bagi kelompok-kelompok mahasiswa yang berjumlah besar bukan menawarkan latihan, melainkan pengalaman sosial dalam mengikutinya. Elite yang lebih tua sedang dilestarikan dalam bentuk baru dan lebih fleksibel. Melalui permainan football, perguruan-perguruan tinggi pertama kali menjadi penting dimata publik. Pada saat yang sama, persaudaraan semakin tersebar luas. Bersamaan dengan itu, tumbuhlah tradisi minum-minum, pesta, parade, dan menari diuniversitas. Selanjutnya muncul budaya undergraduate. Budaya ini menunjukan bahwa pendidikan perguruan tinggi mulai dipandang sebagai konsumsi oleh kelas atas industri baru. Upaya untuk mengembalikan pendidikan pada fungsi sentralnya mengalami kegagalan. Para mahasiswa tidak mengganggu ritual perpeloncoran dan hak-hak istimewa senior. Kebanyakan mahasiswa menemukan esensi pendidikan perguruan tinggi sebagai ritual yang dapat dinikmati dan yang memberi status serta kehidupan sosial perguruan tinggi, bukannya kepuasan pelajaran dalam kelas.
4.Teori Nation-Building
Teori ini di kembangkan oleh John Meyer dan rekan-rekannya. Natiom- Building yang terjemahan bebasnya : pendidikan sebagai pembangunan bangsa. Meyer menyebutkan bahwa ciri-ciri yang tidak terjelaskan oleh teori di atas adalah sbb :
Sistem-sistem pendidikan massal bersifat universal, memiliki standar, dan rasional
Sistem-sistem pendidikan massal moderen sangat melembaga pada tingkat dunia. Sistem itu sama dalam masyarakat yang berbeda diseluruh dunia
Sistem-sistem pendidikan massal secara khusus diarahkan pada sosialisasi individu sebagai satuan sosial primer
John Boli, Fransisco Ramirez, dan John Meyer (1985:158) mengatakan, " dalam arti luas, pendidikan massal timbul sebagai suatu proyek yang disengaja untuk membangun pemerintahan moderen, membentuk individu-individu sesuai dengan kepatutan dan tujuan agama, dan politik, dan ekonomi kolektif." Berbeda dengan Bowles dan Gintis, mereka menekankan bahwa pendidikan massal waktu itu bukan semata-mata gejala perkotaan dan industri. Akan tetapi, pendidikan massal itu pun merupakan gejala dan karakteristik pedesaan, bahkan cenderung lebih penting didaerah desa.
Bukti penguat pandangan Meyer dan kawan-kawannya adalah peranan petani Amerika. Merka sangat mendukung kebudayaan kapitalistik Amerika. Bukti dukungan mereka adalah respons positif yang diberikan terhadap sistem pendidikan massal nasional mereka memasukan anak-anaknya ke sekolah nasional yang ada di desa- desa dan sebagainya lagi mengirimkan anak-anaknya ke sekolah nasional di perkotaan.
Kelemahan dalam teori ini, yaitu teori ini kurang memadai untuk memahami perkembangan pendidikan tinggi. Teori ini tidak dapat menjawab, mengapa pendidikan tinggi meluas sedemikian sepat dan substansial di beberapa masyarakat? Ekspensi pendidikan menengah pun cukup sulit dijelaskan oleh teori ini. Hal yang paling mungkin untuk menjelaskannya teori inflasi surat kepercayaan (cerdentials) Randall Collins-tentunya dengan konseptualisasi yang lebih berwarna lagi.
F. Kontribusi Pendekatan sosiologi oleh para tokoh Sosiologi Pendidikan
1.Karl Marx ( 1818-1883)
Marx lahir dari keluarga Yahudi di trier, Jerman, pada 1818. Ibunya berasal dari keluarga Rabbi Yahudi, sedangkan ayahnya berpendidikan sekuler dan pengacara yang sukses. Ketika suasana politik tidak menguntungkan bagi pengacara Yahudi, ayah dan keluarganya pindah menjadi pemeluk agama protestan. 1841 Marx meraih gelar doktor filsafat dari universitas Berlin, yang dipengaruhi oleh pemikiran Hegel. Ia menikah pada 1843 dan hijrah ke paris. Lalu berkenalan dengan St. Simon dan Proudhon, tokoh pemikiran sosialis, dengan Engels. Mrks ini berpengaruh terhadap cara berfikir tentang pendidikan dan masyarakat
Dalam memahami Pendekatan Materialisme Historis ada 4 konsep sentral penting (Morison, 1995). Pertama, Means of Production (cara produksi), yaitu sesuatu yang digunakan untuk memproduksi kebutuhan material dan untuk mempertahankan keberadaan. Kedua, Relations of Production (hubungan produksi), yaitu hubungan antara suatu masyarakat memproduksi dan peranan sosial yang terbagi kepada individu-individu dalam produksi. Misal : pemilik dan bukan pemilik alat-alat produksi. Ketiga, Mode of Production (mode produksi), yaitu elemen dasar dari suatu tahapan sejarah dengan memperlihatkan bagaimana basis ekonomi membentuk hubungan sosial, yaitu cara mengorganisasi produksi. Keempat, Force of Production (kekuatan produksi), yaitu kapasitas dalam benda-benda dan orang yang digunakan bagi tujuan produksi. Misal, pada masa feodal, kekuatan produksi bersumber pada tanah, alat-alat pertanian, dan teknik penggarapan. Atau masa kapitalis, kekuatan produksi berasal dari teknik industri, ilmu, modal, dan teknologi mesin.
2.Emile Durkheim
Durkheim dilahirkan di Epinal Prancis pada 1858 dari keluarga yahudi, studi di Ecole Superieure di Paris. Daei 1887-1902 menjadi guru besar dalam ilmu-ilmu sosial di Bordeaux. Emile Durkhem berhasil menulis buku yang monumental yaitu tentang the division of labor in Society, the Rules of Sociological Method, dan Sucide. Lalu ia pindah ke universitas Sorboone di Paris. Lalu kembali menerbitkan buku the Elementary Forms of the Religious Life.
Dalam tulisan the Rules of Sociological Methods Durkheim menegaskan bahwa objek sosiologi ialah fakta sosial. Fakta sosial merupakan semua cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada di luar individu bersifat memaksa, dan umum. Fakta sosial, oleh karena itu memiliki 3 karakteristik : satu, external, yaitu diluar induvidu. Fakta sosial ada sebelum individu ada dan akan tetapi ada setelah individu tiada. Dua, determined/coercive, yaitu fakta sosial memaksa individu agar selalu sesuai dengannya (faktta sosial). Tiga, general, yaitu tersebar luar dalam komunitas/masyarakat, milik bersama,bukan milik individu.
Karena fakta sosial harus diangga- sesuatu yang nyata maka fakta sosial dapat dikuantifikasikan, dijumlahkan, dan diukur. Sebab itu pula ia dapat dinyatakan sebagai suatu angka (rate) sosial seperti angka bunuh diri, angka mobilitas, tingkat kepopuleran calon presiden, tingkat elektabilitas calon kepala daerah, dan sebagainya.
E.Teori Sosiologi sebagai Pendekatan
Teori struktural Fungsional
Teori struktural fungsional menjelaskan bagaimana fungsinya suatu struktur, setiap struktur (mikro seperti persahabatan, meso seperti organisasi, dan makro seperti masyarakat dalam arti luas seperti masyarakat jawa) akan tetap ada sepanjang ia memiliki fungsi.
Asumsi Teori Struktur Fungsional.
Pendapat Ralp Dahrendorf (1986:196) tentang asumsi dasar yang dimiliki oleh teori struktural fungsional.
Setiap masyarakat terdiri dari berbagai elemen yang terstruktur secara relatif, mantab, dan stabil
Elemen-elemen terstruktur tersebut terintegrasi dengan baik
Setiap elemen dalam struktur memiliki fungsi, yaitu memberikan sumbangan pada bertahanya struktur itu sebagai suatu sistem
Setiap struktur yang fungsional dilandaskan pada suatu konsensus nilai di antara para anggotanya
Teori Stuktural Konflik
Teori struktural konflik menjelaskan bagaimana struktur memiliki konflik. Berbeda dengan teori struktural fungsional yang menekankan pada fungsi dari elemen-elemen pembentuk struktur, teori struktural konflik melihat bahwa setiap struktur memiliki berbagai elemen yang berbeda. Elemen yang berbeda ini memiliki motif, maksud, kepentingan, atau tujuan yang berbeda-beda pula.perbedaan ini memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi, konflik, dan perpecahan.
Asumsi Teori Struktural Konflik
Untuk menuju pada tingkatan pemahaman yang lebih mendalam, pendapat Ralp Dahrendorf (1986:197-198) tentang asumsi dasar yang dimiliki oleh teori struktural konflik.
Setiap masyarakat, dalam setiap hal, tunduk pada proses perubahan : perubahan sosial terdapat dimana-mana
Setiap masyarakat, dalam setiap hal, memperlihatkan pertikaian dan konflik : konflik sosial terdapat dimana-mana
Setiap elemen dalam suatu masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahan
Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari berbagai anggotanya atas orang lain
Teori interaksionalisme simbolik
Teori ini memahami realita sebagai suatu interaksi yang dipenuhi beberapa simbol. Penekanan pada struktur oleh 2 teori makro yang dibahas sebelumnya, yaitu struktur fungsional dan konflik, telah mengabaikan proses interpretatif dimana individu secara aktif mengkonstruksikan tindakan-tindakannya dan proses interaksi di mana individu menyesuaikan diri dan mencocokan berbagai macam tindakannya dengan mengambil peran dan komunikasi simbol (Johnson,1986:37)
Dalam mendiskusikan asumsi teori ini kita menggunakan pendapat dari Turner (1978:327-330). Yaitu :
Manusia adalah makhluk yang mampu menciptakan dan menggunakan simbol
Manusia menggunakan simbol untuk saling berkomunikasi
Manusia berkomunikasi melalui pengambilan peran (Role Taking)
Masyarakat terbentuk, bertahan, berubah berdasarkan kemampuan manusia untuk berfikir, mendefinisikan, melakukan refleksi diri, dan melakukan evaluasi
Teori pertukaran
Teori pertukaran melihat dunia ini sebagai arena pertukaran, tempat orang-orang saling bertukaran ganjaran/hadiah. Apapun bentuk perilaku sosial seperti persahabatan, perkawinan, atau perceraian tidak lepas dari soal pertukaran. Semua berawal dari pertukaran, begitu kata tokoh teori pertukaran. Apabila kita pahami dari berbagai pemikiran teori yang dikemukakan oleh George Caspar Homans, Peter M, Blau, Richard Emerson, John Thibout, dan Harold H. Kelly, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa teori pertukaran memiliki asumsi dasar sebagai berikut :
Manusia adalah makhluk yang rasional, dia memperhitungkan rugi dan untung
Perilaku pertukaran sosial terjadi apabila : perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain dan perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Transaksi-transaksi terjadi hanya apabila pihak yang terlibat memperoleh
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam perspektif antropologis, pendidikan merupakan gejala budaya. Dengan demikian menurut para antropolog, pendidikan adalah setiap sistem budaya atau instruksi intelektual yang formal atau semiformal. Sistem pendidikan moderen muncul pada abad ke 19,akan tetapi, sistem pendidikan di Amerika telah maju dengan skala yang sudah jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan lainnya.
Analisis sosio-antropologis sistem pendidikan yaitu terdapat beberapa teori diantaranya :
1. Teori Fungsionalis
2. Teori Bowles dan Gintis
3.Teori Randall Collins
4.Teori Nation-Building
Ada beberapa Kontribusi Pendekatan sosiologi oleh para tokoh Sosiologi Pendidikan, seperti :
1.Karl Marx (1818-1883)
2.Emile Durkheim (1858-1917)
3.Max Weber (1864-1920)
4.George Herbert Mead (1863-1931)
Masih banyak yang lainnya namun dimakalah saya hanya tertulis 2 tokoh saja.
Teori Sosiologi sebagai Pendekatan seperti misalnya contoh :
1.Teori struktural fungsional
2.Teori struktural Konflik
3.Teori Interaksional simbolik
4.Teori Pertukaran
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: PT. IMTIMA 2007)
Abdul Syani, Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat (Lampung: Pustaka Jaya, 1995)
Tim MGMP, Sosiologi SUMUT, Sosisologi (Medan: Kurnia, 1999)
Steven K. Sandersson, Sosiologi Makro, terj. Hotman M. Siahaan (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 1995)
Richad J. Gelles-Ann Levine, Sociology An Introdution (USA: University Of Rhode Island, 1995)
Maijor Polak, Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1991)
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan,(Jakarta:Kencana Prenada Media Grup,2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar