Ketika melihat orang berkata tentang hal kebaikan, sedang kita tahu (masa lalu) dia tidak lah baik atau ahli maksiat, apa yang kita rasakan?
– Merasa itu tidak perlu dianggap/ diterima?
– Merasa nyinyir?, oleh karena kita menganggap ia terlalu buruk (di masa lalu) dan merasa tidak pantas bila ia menyampaikan kebaikan?
Bila memang demikian. Perlu kita ingat bahwa Allah lah penggenggam hati kita. Yang Maha berkuasa atas hati kita. Yang Maha membolak balikkan hati manusia.
Yang dulu maksiat bisa jadi sekarang taat. Yang saat ini taat bisa jadi esok maksiat, naudzubillah.
Seperti dikutip dari Syarah Hadits Arba'in: Hadits No.4 diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim menjelaskan bahwa keadaan manusia, jika ditinjau dari permulaan dan akhirnya, terbagi menjadi empat:
– Pertama, orang yang permulaan dan akhirnya baik.
– Kedua, orang yang permulaan dan akhirnya buruk.
– Ketiga, orang yang permulaannya baik namun akhirnya buruk. Seperti orang yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah/ agama Islam, kemudian ia justru murtad (keluar dari islam).
– Keempat, orang yang permulaannya buruk namun akhirnya baik. Seperti keadaan para tukang sihir yang mulanya bersama Fir'aun, kemudian beriman kepada Rabb Harun dan Musa (yakni; beriman kepada Allah).
Jikalau ada teman lama, yang kita tahu ia dulu ahli maksiat dan saat ini kita hampir tidak pernah tahu kabarnya. Tetiba kita dipertemukan dengannya pada satu kesempatan dan saling berbincang. Disitu ia sampaikan tentang hal kebaikan. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menganggap/ menerima itu.
Kita tidak pernah tahu, jalan hidup yang telah ia lalui seperti apa. Bisa saja saat ini ia telah mendapatkan hidayah dari-Nya yang kita tidak pernah tahu dengan cara seperti apa ia mendapatkannya. Boleh jadi melalui perantara seseorang yang ia kenal atau kejadian ‘tidak biasa’ yang mampu membuatnya menuai hikmah untuk kembali menghamba dan taat pada Rabb-nya. Wallahu 'alam…
Kita hanya manusia biasa, bukan malaikat yang senantiasa tahu apa yang ia dapatkan dan ia kerjakan. Keharusan kita sebagai manusia adalah berprasangka baik.
“Hai orang2 yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa… . ” (Q.S Al-Hujurat: 12)
Jikalau ada teman yang kita kenal saat ini, mungkin tetangga, rekan sekantor, atau teman sekelas kita. Dan kita tahu jelas saat ini ia masih bergelut dengan kemaksiatannya itu. Maka tidak pula ada alasan bagi kita untuk tidak menerima kebaikan yang ia sampaikan.
Kebaikan dapat dianalogikan telur. Kita mampu menerimanya (memasak dan memakannya) tanpa melihat dari mana ia keluar. Begitu pun semestinya dengan kebaikan. Kita harus mampu menerimanya tanpa melihat dari siapa ia tersampaikan.
Setiap kebaikan kita terima dari manapun dan siapapun. Seperti kata seorang guru, apabila kehidupan ini kita diibaratkan sekolah, setiap saat adalah waktu belajar bagi kita, dan orang-orang di sekitar adalah guru bagi kita.
👉🏼 Yulifaiqoh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar