Kualitas moral remaja Indonesia mengalami kemunduran, banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya dari proses pendidikan di Indonesia itu sendiri. Ironis memang, peran pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam (PAI) yang seharusnya menjadi penawar dari masalah tersebut justru kurang dirasakan hasilnya.
Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan usaha sadar dan terencana dalam mempersiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani ajaran Islam, diiringi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Sementara itu, Mangun Budiyanto mengartikan sebagai upaya untuk mempersiapkan peserta didik baik dari segi jasmani, akal maupun rohaninya agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya.
Namun faktanya, dalam dinamika proses pembelajaran PAI di Indonesia bersifat rasional teoritik. Hal ini dibuktikan dengan sistem pendidikan yang hanya mengutamakan pemberian materi saja tanpa adanya penanaman nilai-nilai moral yang seharusnya dilakukan oleh pendidik. Dengan demikian, sasaran Pendidikan Agama Islam bukanlah hanya dari segi kognitif saja, melainkan juga harus menyentuh ranah afektif dan psikomotor. Akan tetapi, kenyataannya Pendidikan Agama Islam di sekolah saat ini lebih terfokus pada aspek kognitif, yaitu lebih dari 90 % materi yang diajarkan terfokus pada masalah fikih pribadi. Selain itu, proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah juga masih sebatas proses penyampaian. Pendidik hanya focus dalam mengajar, dan belum mendidik. Hal ini yang menyebabkan terjadinya verbalisme pada diri paserta didik. Mereka kurang mampu mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan agama Islam yang di pelajari di sekolah dalam kesehariannya. Contoh dalam mata pelajaran fikih, materi thaharah. Semua siswa pasti sudah tahu dan paham bahwasanya "kebersihan itu adalah sebagian dari iman". Namun, karena proses internalisasi dari guru maupun sekolah kurang maksimal, maka masih banyak ditemukan siswa yang membuang sampah di sembarang tempat. Selain itu, kebersihan kamar mandi juga belum terjaga dengan baik.
Untuk mewujudkan Pendidikan Agama Islam di sekolah lebih menarik dan peserta didik mudah dalam penginternalisasiannya, maka pembelajaran yang diterapkan harus bersifat kontekstual. Peserta didik diajak oleh guru untuk mengalami dan merasakan pembelajaran itu dalam konteks yang sesuai materi yang diajarkan oleh guru di kelas. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan cara memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Metode belajar ini dapat dilakukan di luar kelas, yaitu dengan membawa siswa terjun langsung ke masyarakat.
Menurut Mahfudz, ada beberapa faktor yang menyebabkan pendidikan agama Islam di sekolah kurang menarik bagi peserta didik:
Masalah materi pendidikan, yaitu hampir 90 % materi yang diajarkan terfokus pada aspek kognitif semata.
Masalah strategi pembelajaran, yaitu masih bersifat tekstual dan belum mampu mengaitkan antara teori yang dipelajari dengan realitas sosial yang ada.
Gagalnya pendidikan agama Islam di sekolah, yaitu masih banyak diantara guru yang mengajar kurang profesional, kurang disiplin dan kurang menguasai materi.
Berdasarkan pada pendapat Mahfudz diatas, agar Pendidikan Agama Islam di sekolah lebih menarik dan mencerahkan, maka strategi pembelajarannya harus dirubah.
Berdasarkan uraian diatas, secara keseluruhan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah merekonstruksi sistem pembelajaran Indonesia yang perlu dirubah sesuai UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat dipahami fungsi dari Pendidikan Agama Islam mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, yang dilandasi oleh nilai keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia. Dari fungsi tersebut terdapat nilai yang seharusnya menjadi jawaban dari permasalahan moral masa kini. Jika UU No. 20 Tahun 2003 dapat direalisasikan dalam proses pendidikan, maka degradasi moral bisa dihindari.
Oleh karena itu, penelitian ini menjadi sangat penting untuk diangkat demi terinternalisasinya nilai-nilai pendidikan agama Islam bagi diri setiap peserta didik.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, berikut adalah rumusan masalah dalam penelitian ini:
Seberapa besar minat siswa dalam mengikuti pembelajaran PAI di sekolah SMP N 13 Yogyakarta?
Bagaimana pengaruh pembelajaran PAI terhadap perkembangan moral remaja di SMP N 13 Yogyakarta?
Jika ada seberapa besar pengaruh pembelajaran PAI di sekolah terhadap perkembangan moral remaja di SMP N 13 Yogyakarta?
C. Telaah Pustaka
D. Kerangka Teori
Pembelajaran PAI
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan belajar dan mengajar. Sebagai proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan peserta didik sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Disamping itu Arikunto (1993: 12) mengemukakan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang mengandung terjadinya proses penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap oleh subjek yang sedang belajar. Lebih lanjut Arikunto (1993: 4) mengemukakan bahwa "pembelajaran adalah bantuan pendidikan kepada anak didik agar mencapai kedewasaan di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dan ketika seseorang mencoba untuk membentuk individu dengan membimbingnya selama pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, orang tersebut sedang melakukan pembentukan perilaku melalui pembelajaran. Sedangkan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa "pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar". Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri seseorang yang dapat memungkinkan terjadinya proses belajar. Dan bahan-bahan yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa buku teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses pembelajaran. Dengan adanya sumber belajar tersebut dapat membantu pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajarnya guna untuk mengoptimalisasikan pembelajaran.
Pembelajaran juga suatu proses kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi dari suatu situasi yang dihadapi, dan karakteristik-karakteristik dari perubahan aktivitas tersebut tidak dapat dijelaskan berdasarkan kecendrungan-kecendrungan reaksi asli, kematangan, atau perubahan-perubahan sementara dari organisme. Pembelajaran yang baik mempunyai sasaran-sasaran yang seharusnya berfokus pada peningkatan kualitas berpikir yaitu berpikir dengan efisienm konstruktif, mampu melakukan judmen (judgment) dan kearifan. Sasaran selanjutnya yaitu meningkatkan attitude of mind yaitu menekankan pada keingintahuan (curiosity), aspirasi-aspirasi dan penemuan-penemuan. Lalu meningkatkan kualitas personal (qualities of person) yaitu karakter, sensitivitas, integritas, tanggung jawab. Dan yang terakhir yaitu meningkatkan kemampuan untuk menerapkan konsep-konsep dan pengetahuan-pengetahuan di situasi spesifik.
Pembelajaran sekarang harus melibatkan dua hal yaitu melibatkan tidak hanya otak untuk berpikir tetapi juga harus melibatkan hati untuk merasakannya. Pembelajaran sekarang harus melibatkan aspek kognitif (otak) dan afeksi (hati) dan Psikomotorif. Aspek kognitif berhubungan dengan berpikir menggunakan otak menurut Bloom (1956) sasaran kognitif dapat dikelompokan menjadi 6 macam : (a) Pengetahuan. (b) pemahaman, (c) Aplikasi, (d) Analisis, (e) Sintesis, dan (f) Evaluasi. Sedangkan pada aspek afeksi berhubungan dengan merasakan menggunakan hati, yang harus menggunakan hati tidak hanya murid tetapi juga guru. Di dalam proses belajar, muird tidak hanya diajarkan untuk berpikir dengan baik, tetapi harus dapat merasakan bagaimana suatu proses dilakukan oleh orang lainm misalnya bagaimana manajemen mengambil suatu keputusan dan bagaimana menggunakan intusinya (perasaannya) untuk menentukkan alternatif. Pembelajaran tidak hanya membuat murid pintar tetapi juga beretika dan bermoral menggunakan hatinya untuk dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Keteladanan Guru PAI
Secara terminologi kata "keteladanan" berasal dari kata "teladan" yang artinya "perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh. Sementara itu dalam bahasa arab kata keteladanaan berasal dari kata "uswah" dan "qudwah".
Sementara itu secara etimologi pengertian keteladanan yang diberikan oleh Al-Ashfahani, sebagaimana dikutip Armai Arief, bahwa menurut beliau "al-uswah" dan "al-Iswah" sebagaimana kata "al-qudwah" dan "al-Qidwah" berarti "suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan". Namun keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan yaitu keteladanan yang baik dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khusunya ibadah dan akhlak.
Dalam Al-Quran kata-kata keteladanan yang diistilahkan dengan uswah, hal ini bisa dilihat dalam berbagai ayat dalam al-qur‘an, diantaranya yaitu sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat: 31 yang artinya sebagai berikut:
"Sesungguhnya pada diri Rasulullah SAW itu telah ada teladan (uswah) yang baik bagimu (yaitu)bagi orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah SWT dan (kedatangan) hari kiamat dan yang mengingat Allah SWT sebanyak-banyaknya.(Qs. Al-Ahzab: 21).
Dalam ayat di atas jelas disebutkan kata-kata Uswah yang dirangkaikan dengan hasanah yang berarti teladan yang baik, yang patut diteladani dari seorang guru besar yang telah memberikan pelajaran kepada ummatnya baik dalam beribadah (hablumminallah), maupun dalam berinteraksi dengan sesama manusia (hablumminannas). Yang kemudian keteladanan tersebut bisa diterapkan dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan. Berkaitan dengan tujuan pendidikan dalam Undang-Undang SISDIKNAS No.20 Tahun 2003 yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam berlangsungnya proses pendidikan metode keteladanan dapat diterapkan dalam dua bentuk, yaitu secara langsung (direct) dan secara tidak langsung (indirect). Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa penerapan metode keteladanan dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung (direct) maksudnya bahwa pendidik benar-benar mengaktualisasikan dirinya sebagai contoh teladan yang baik bagi anak didik. Selain secara langsung,metode keteladanan juga dapat diterapkan secara tidak langsung (indirect) yang maksudnya, pendidik memberikan teladan kepada peserta didiknya dengan cara menceritakan kisah-kisah teladan baik itu yang berupa riwayat para nabi, kisah-kisah orang besar, pahlawan dan syuhada, yang bertujuan agar peserta didik menjadikan tokoh-tokoh tersebut sebagai suri teladan dalam kehidupan mereka.
Berkaitan dengan keteladanan ini, Menurut Ahmad Tafsir sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam dijelaskan, bahwa syarat-syarat pendidik dalam pendidikan Islam salah satunya adalah harus berkesusilaan. Syarat ini sangat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas mengajar. Hal ini dikarenakan pendidik tidak mungkin memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa seorang pendidik baru bisa memberikan teladan yang baik bagi peserta didik jika dia sendiri telah menghiasi dirinya dengan periku dan akhlak yang terpuji.
Pendidik meneladankan kepribadian muslim, dalam segala aspeknya baik pelaksanaan ibadah khos maupun yang ‘am. Yang meneladankan itu tidak hanya guru, melainkan semua orang yang kontak dengan murid-murid tersebut, antara lain; guru (semua guru), kepala sekolah, pegawai tata usaha, dan segenap aparat sekolah termasuk penjaga sekolah,dsb. Mereka meneladankan ibadah yang khas atau pun yang ‘am seperti meneladankan kebersihan, sifat sabar, kerajinan, transparansi, jujur, kerja keras, tepat waktu, tidak berkata yang kotor, mengucapkan salam, senyum dsb. Dan dengan peneladanan ini sangat efektif dalam internalisasi pembelajaran karena murid secara psikologis senang meniru, kedua karena sanksi-sanksi sosial, yaitu seseorang akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orang-orang sekitarnya. Dalam islam bahkan peneladanan ini sangat diistimewakan dengan menyebut bahwa Nabi itu teladan yang baik (uswah hasanah). Nabi dan Tuhan menyatakan teladanilah nabi oleh karena itu aspek keteladanan dalam pembelajaran khususnya di PAI itu sangat penting.
Jika dalam fenomena sekarang ini pembelajaran agama islam gagal pada bagian keberagaman, sangat mungkin guru agama dan para pendidik lainnya kurang memperhatikan teori ini.
Keaktifan Peserta Didik
Faktor keaktifan peserta didik dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur sejauh mana guru dapat melakukan proses pembelajaran yang efektif atas upaya terwujudnya tujuan pembelajaran PAI disekolah. Adapun yang hendak diukur dalam faktor ini adalah kemampuan guru pembimbing yang dapat mempersepsikan peserta didik apakah guru berhasil membawakan materi pembelajaran PAI dengan menyenangkan sehingga mereka tidak jenuh dengan materi PAI yang dipelajari. Sehingga pengukuran faktor ini dilakukan kepada peserta didik sebagai orang yang sedang dalam proses pembentukan moral dalam pembelajaran PAI.
Evaluasi Pembelajaran PAI
Secara etimologis kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian terhadap sesuatu. Witherington secara singkat merumuskan bahwa an evaluation is a declaration that something has or does not have value (Administrasi Pendidikan, 1977, 10:22) . Adapun evaluasi mengandung pengertian lebih luas lagi yaitu evaluasi menggunakan instrumen lebih banyak, menggunakan data kuantitatif dan kualitatif, memerlukan waktu lebih panjang dalam pelaksanaanya. Secara umum evaluasi dapat membantu memperhitungkan potensi murid dalam belajar. Evaluasi dapat memberikan informasi paling akurat mengenai kemampuan akademik siswa. Evaluasi dapat juga menunjukan bagaimana murid tumbuh, karena itu dapat meningkatkan efektivitas pengajaran. Dengan evaluasi kita dapat melokalisasi kesulitan-kesulitan siswa belajar. Bila evaluasi dilakukan dengan benar ia dapat mendorong anak-anak belajar; hasil evaluasi dapat digunakan juga untuk mempertimbangkan pembentukan kelompok belajar sehingga belajar dapat lebih efektif. Evaluasi dapat juga dijadikan bahan dalam membimbing kecerdasan murid dalam memilih bidang keilmuan atau bidang pekerjaan. Pada umumnya evaluasi berguna dalam menentukan kedudukan dan kemajuan siswa (Braron, 1958:6)
Tes hasil belajar berarti memeriksa hasil belajar yang dicapai oleh murid, hasil bealjar itu berupa kemampuan murid tersebut. Tes juga menyangkut kemampuan siswa sebelum pengajaran dimulai yang disebut pretest. Pretest merupakan salah satu kegiatan penting dalam menentukan entering behaviour murid. Tes kedua yang diselenggarakan setelah proses pengajaran yang disebut posttest (test akhir). Selain dua macam itu, evaluasi diperlukan juga diadakan pada akhir suatu program, misalnya pada akhir bulan, akhir minggu, akhir semester, atau pada akhir suatu jenjang pendidikan. Kegunaan pretest yang paling utama ialah untuk mengetahui kesiapan siswa mengikuti pengajaran. Kesiapan inilah isi penting entering behaviour siswa. Hasil posttest yang diadakan setiap mengakhiri suatu lesson plan, berguna dalam menentukan nilai harian siswa. Nilai harian merupakan salah satu nilai yang perlu diperhitungkan dalam menentukan nilai akhir seseorang pelajar. Evaluasi menyeluruh menunjukan pula pengertian bahwa evaluasi itu harus ditujukan pada seluruh aspek pembinaan pendidikan. Aspek-aspek itu lazim disebut aspek kognitif, afektif, dan aspek psikomotor. Dan adapun teknik evaluasi yang tampak merupakan satu bidang studi misal PAI yaitu : (1) Buatlah rencana evaluasi berupa post test pada setiap akhir lesson plan. (2) Lakukanlah tes sumatip pada tengah semester dan akhir semester. (3) Nilailah tidak hanya aspek kognitif (pemahaman) tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotor siswa.
Keterkaitan antara Faktor Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Perkembangan Moral Peserta Didik
Terdapatnya pembelajaran PAI disetiap sekolah harapannya adalah untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik agar dapat berkembang menjadi manusia yang berinsan mulia serta berakhlakul karimah. Ada bebarapa prinsip yang harus diperhatikan dalam hubungan antara hasil belajar Pendidikan Agama Islam terhadap perilaku keagamaan siswa, terutama yang berkaitan langsung dengan faktor perkembangan moral peserta didik, diantaranya :
Harus dapat membangkitkan rasa keingintahuan siswa terhadap materi pelajaran PAI dan terus diaplikasikan, atau yang biasa deseburt dengan curriosity.
Mata pelajaran PAI harus dapat memberikan teladan dan praktek yang baik serta peluang untuk berekspresi dalam bentuk perilaku keagamaan siswa.
Hasil belajar PAI harus dapat memungkinkan siswa menerapkan perilaku yang positif dan belajar untuk memecahkan masalah.
Memungkinkan siswa untuk selalu memahami dan mempraktekkan hasil belajar PAI.
Berdasarkan beberapa prinsip hubungan hasil belajar Pendidikan Agama Islam terhadap perilaku perkembangan moral peserta didik diatas, maka peneliti memilih dengan pembiasaan dan keteladanan untuk mempraktekkan materi yang ada pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Ketika suatu praktek sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan, maka akan menjadi biasa bagi yang melakukannya kemudian akan menjadi ketagihan, dan pada waktunya menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan.
Dalam implementasi pembiasaan ini, diperlukan pendekatan integrative antar sekolah, masyarakat, dan keluarga. Dalam proses penanaman nilai-nilai moral tersebut memerlukan keteladanan serta pembiasaan, sebab nilai-nilai hanya bisa dipraktekkan.
E. Metodologi Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP N 13 Yogyakarta. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April 2012 sampai dengan Juni 2013 Dalam kurun waktu ini, data yang dikumpulkan itu dianalisa untuk mengetahui prestasi siswa pada semester gasal tahun ajaran 2012/2013.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan di SMP N 13 Yogyakarta adalah penelitian kuantitatif. Dan penelitian ini hendak menguji suatu teori yang diturunkan melalui hipotesa. Sehingga pada akhirnya penelitian ini akan menerima atau menolak hipotesa tersebut berdasarkan pada kerangka teori yang logis dan data empiris yang diperoleh lapangan penelitian. Supaya dalam pelaksanaannya mudah kami teliti, maka prosesi pembuktian dan pengujian hipotesa dilakukan dengan bantuan SPSS (Statistical Package For Social Sciences). Penelitian kuantitatif ini didasarkan atas alasan hendak membuktikan atau menguji suatu teori atau hipotesa. Adapun konteks teori tentang pengaruh pembelajaran pendidikan agama islam terhadap perkembangan moral peserta didik di usia remaja, dan pembelajaran PAI sebagai independen faktor dan moral peserta didik sebagai dependen faktor. Laporan atas teori ini akan menampilkan secara garis besar tentang hubungan kausaltias pola hubungan dan arah hubungan antar faktor.
Urgensi penelitian ini hendak menguji teori, maka pemilihan atas jenis studi pustaka sangat tidak tepat. Karena penelitian studi pustaka bukan untuk menguji teori melainkan untuk menggali menganalisis data yang didapatkan dari sumber primer dan sumber sekunder.
Pengukuran Faktor
Pembelajaran PAI (X1)
Pembelajaran berasal dari kata "belajar" yang bermakna proses, pembentukan tingkah laku secara terorganisir. Maka dari itu pembelajaran merupakan keseluruhan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar mengajar. Sehingga pengukuran untuk faktor ini dilakukan kepada peserta didik karena peserta didik merupakan sasaran dari kegiatan pembelajaran. Semua opsi jawaban responden terkait pertanyaan mengenai pembelajaran yang ada di kuesioner akan dikode (coding) dalam bentuk angka, kemudian dijumlahkan dengan menggunakan fungsi transform > compute variable pada menu SPSS sehingga menjadi faktor baru " pembelajaran".
Keteladanan Guru PAI (X2)
Faktor keteladanan guru PAI dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur sejauh mana guru mampu membimbing peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran PAI disekolah. Adapun yang hendak diukur dalam faktor ini adalah kemampuan guru PAI yang dipersepsikan oleh peserta didik dalam meneladani guru PAI atas terbentuknya moral remaja yang sedang dialami peserta didik, sehingga pengukuran untuk faktor ini dilakukan kepada peserta didik sebagai orang yang terlibat dalam peneladanan sikap guru PAI. Adapun yang akan diukur dalam faktor ini adalah tinggi rendahnya perkembangan moral peserta didik setelah dilakukan evaluasi pendidikan pada pembelajaran PAI.
Keaktifan Peserta didik (X3)
Faktor keaktifan peserta didik dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur sejauh mana guru dapat melakukan proses pembelajaran yang efektif atas upaya terwujudnya tujuan pembelajaran PAI disekolah. Adapun yang hendak diukur dalam faktor ini adalah kemampuan guru pembimbing yang dapat mempersepsikan peserta didik apakah guru berhasil membawakan materi pembelajaran PAI dengan menyenangkan sehingga mereka tidak jenuh dengan materi PAI yang dipelajari. Sehingga pengukuran faktor ini dilakukan kepada peserta didik sebagai orang yang sedang dalam proses pembentukan moral dalam pembelajaran PAI.
Evaluasi Pembelajaran PAI (X4)
Evaluasi pembelajaran PAI adalah faktor yang digunakan untuk mengetahui seberapa tinggikah perkembangan moral yang dipersepsikan oleh guru setelah dilakukan evaluasi sehingga pengukurannya dilakukan kepada guru. Adapun yang akan diukur dalam faktor ini adalah tinggi-rendahnya perkembangan peserta didik setelah dilakukan evaluasi perkembangan moral peserta didik atas pembelajaran PAI di sekolah.
Perkembangan Moral (Y)
Faktor perkembangan peserta didik diperoleh berdasarkan tingkat besar skala kenakalan selama proses pembelajaran di sekolah di Tahun 2013/2014.
Tabel 1.1. Independen dan Dipenden Faktor
Independen Faktor
|
Dependen Faktor
|
Keteladanan guru PAI Keaktifan Peserta Didik Evaluasi Perkembangan Moral peserta didik |
Kepribadian Peserta didik (Y) |
Unit of Analysis
Pada penelitian ini yang menjadi populasinya merupakan peserta didik dari kelas IX SMP N 13Yogyakarta. Dan yang menjadi anggota populasi ini penulis memberikan kesempatan yang setara untuk menjadi responden, karena dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik probability sampling dengan cara random sampling didasarkan pada data yang telah penulis dapatkan melalui observasi lapangan terlebih dahulu untuk mendapatkan data dari lembaga guna sebagai responden yang representatif. Data yang penulis temukan terdapat jumlah peserta didik kelas IX SMP N 13 Yogyakarta tahun ajaran 2012-2013 sebesar 200 peserta didik.
Penulis memiliki pertimbangan dalam pemilihan jenjang SMP ini karena pada usia mereka sedang dalam perkembangan yang labil dilihat dari sudut kepribadiannya, sehingga perlu adanya bimbingan keagamaan yang baik harapannya menjadi solusi bagi pencegahan rusaknya moral usia remaja masa kini. Dan bimbingan yang cukup efektif inilah yang harus diberikan pendidik untuk berlangsungnya pembelajaran PAI di sekolah.
Adapun penulis memilih SMP N 13 Yogyakarta karena di sekolah ini pembelajaran PAI hanya diberikan secara umum yang diperoleh kurikulum yang didapat dari pemerintah, sehingga materi PAI yang diberikan tidak secara detail dan hanya sebatas pengenalan saja, sehingga penulis ingin mendapatkan jawaban dari pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Moral peserta didik di SMP N 13 Yogyakarta, Dimana peneliti akan melakukan penelitian untuk membuktikan teori yang telah penjelasannya di atas. Selain itu, SMP N 13 Yogyakarta juga merupakan lembaga pendidikan yang memiliki guru-guru yang cukup berkompeten dalam pemberian proses pembelajaran di sekolah. Didukung dengan berbagai media yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Lebih dari itu, pendidik dituntut untuk memberikan keteladanan yang baik dalam menghadapi peserta didiknya, terlebih khusus untuk pendidik yang memberikan mata pelajaran PAI di lembaga tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat argumentasi dari penulis terhadap alasan mengapa SMP N 13 Yogyakarta yang dipilih. Dan argumentasi tersebut menjadi bentuk signifikansi dari unit of analysis dari penelitian ini.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi Peserta didik kelas IX di SMP N 13 Yogyakarta
Sampel
Menurut sugioyono pula, Sampel yakni bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Dan kesimpulannya dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk sampel yang diambil dari populasi ini representatif (mewakili). Pada penelitian ini sampel menggunakan teknik probability sampling yang artinya teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Dan pengambilan sampelnya dengan secara acak (simple random sampling) tanpa memperhatikan strata yang ada di populasi tersebut. Dari total populasi berjumlah 200 hanya akan di ambil sejumlah 100 untuk dijadikan responden pada penelitian ini.
Variabel Penelitian
Variabel berasal dari bahasa Inggris variable dengan arti : ubahan, faktor tak tetap, atau gejala yang dapat diubah-ubah. Variabel pada dasarnya bersifat kualitatif namun dilambangkan dengan angka. Variabel juga dapat diartikan sebagai gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa variabel adalah "segala sesuatu yang dijadikan objek pengamatan penelitian". Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu hubungan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagai variabel bebas (independent variable) disebut juga sebagai variabel X dan perkembangan moral peserta didik sebagai variabel terikat (dependent variable) disebut juga sebagai variabel Y.
Variabel Bebas
Yang dimaksud variabel bebas adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka menerangkan hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Karena fungsi variabel ini sering disebut variabel pengaruh, sebab berfungsi mempengaruhi variabel lain, jadi secara bebas berpengaruh terhadap variabel lain. Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah hubungan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Variabel Terikat
Yang dimaksud variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah atau muncul ketika penelitian mengintroduksi pengubah atau mengganti variabel bebas. Menurut fungsinya, variabel ini dipengaruhi oleh variabel lain, karenanya juga sering disebut variabel yang dipengaruhi atau variabel terpengaruh". Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat atau terpengaruh adalah perilaku keagamaan peserta didik.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Hubungan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Dalam penelitian ini, hubungan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah variabel X. Variabel X ini bisa mempengaruhi atau berpengaruh terhadap variabel yang lain. Untuk mengetahui tingkat pengaruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa SMP N 13 Yogyakarta, penulis memberikan tes yang soal-soalnya disusun sendiri oleh penulis sehingga dari hasil tes yang dilakukan diperoleh dua kelompok sampel, yaitu kelompok yang lebih berpengaruh dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan kelompok yang kurang mempunyai pengaruh dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Indikatornya seperti materi yang disampaikan, metode penyampaianya, sumber komunikasinya, bisa juga dari segi kualitas akhlak atau perilakunya. Selain itu dilihat dari segi moral peserta didik tentang mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Perkembangan Moral Peserta Didik
Dalam penelitian ini, perilaku keagamaan peserta didik merupakan variabel Y. Variabel Y ini biasanya dipengaruhi oleh variabel X. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, penulis menyebarkan angket yang berisi beberapa soal, penulis memberikan skor pada setiap jawaban yang diberikan siswa, misalnya sekor 3 untuk jawaban a, sekor 2 untuk jawaban b, dan sekor 1 untuk jawaban c. Indikator dari pengembangan karakter seperti kebiasaan dalam melakukan tugas atau perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain adalah dari perserta didik itu sendiri bagaimana kemampuan mereka mengaplikasikan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari, pelajaran ataupun pengetahuan yang baik dengan membiasakan diri mereka dengan perbuatan yang positif, karakter seseorang dapat terbentuk.
Hipotesa
Hipotesa dalam penelitan digunakan untuk menerima atau menolak teori yang dibahas dalam penelitian ini. Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan dan dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ha1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pembelajaran PAI terhadap perkembangan moral peserta didik.
Ho1 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pembelajaran PAI terhadap perkembangan moral peserta didik.
Ha2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara minat mempelajari Pendidikan Agama Islam terhadap perkembangan moral peserta didik.
Ho2 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara minat mempelajari Pendidikan Agama Islam terhadap perkembangan moral peserta didik.
Metode Pengumpulan Data
Metode Angket ( Questionarre)
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket merupakan teknik yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
Angket juga digunakan apabila responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Angket dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet.
Adapun alasan mendasar penggunaan metode pengumpulan data angket yaitu efisiensi dan efektifitas penelitian. Berikut adalah beberapa argumentasi mengapa penelitian ini menjatuhkan pilihan terhadap metode pengumpulan data berupa angket: Pertama, dengan menggunakan angket maka dapat menjaring banyak responden dalam waktu yang bersamaan. Kedua, dengan menggunakan angket selain efisiensi anggaran juga efisien waktu dan tenaga. Ketiga, dengan penggunaan angket maka memberikan keleluasaan kepada responden untuk mengisinya, sehingga dimungkinkan pengisian angket yang dilakukan responden berdasarkan pikirannya yang sudah matang. Keempat, dengan penggunaan angket maka data yang diperoleh mudah untuk diolah serta dianalisis, mengingat item pertanyaan antara satu responden dengan responden yang lainnya adalah sama.
Dalam penelitian ini tentunya dalam membuat angket kita memperhatikan aspek prinsip dalam penulisan angket. Langkah pertama yaitu menentukan isi dan tujuan pertanyaan, selanjutnya bahasa yang digunakan sesuai dengan kemampuan berbahasa responden dan tipe dan bentuk pertanyaan berupa tipe pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Maksud dari pertanyaan terbuka yaitu pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang suatu hal. Dan pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Kemudian prinsip pengukuran serta penampilan fisik angket. Setelah angket dibuat, maka angket yang akan disebar kepada 160 responden dalam penelitian ini. Angket yang telah tersusun dengan jumlah pertanyaan sebanyak 41 soal.
Metode Analisa data
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini akan digunakan tehnik analisis deskriptif dan analisis inferensial. Tehnik analisa ini didasarkan pada modul analisa statistik yang dipergunakan oleh Tim Phillips dalam Metode Penelitian Sosial. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum dan karakteristik data yang telah diperoleh dengan bantuan tabel silang (crosstabs). Relevansinya dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisa ini maka akan diketahui pola hubungan dan besarnya kontribusi yang diberikan dari masing-masing faktor pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam perkembangan moral peserta didik.
Sistematika Penelitian
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terbagi kedalam lima bab, sebagai berikut :
Bab I adalah Pendahuluan ; terdiri atas Latar Belakang Masalah, identifikasi Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penelitian.
Bab II adalah Kajian Pustaka; terdiri atas Memahami, Membiasakan serta Mengaplikasikan dari hasil belajar Pendidikan Agama Islam.
Bab III adalah Metode Penelitian; terdiri atas Pendekatan Penelitian, Kancah Penelitian, Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian, Subyek Penelitian, Prosedur Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Pengumpulan data, Teknik Pengumpulan data, dan Analisis Data.
Bab IV adalah Hasil Dan Pembahasan Penelitian ; terdiri atas Deskripsi Hasil Penelitian, dan Pembahasan.
Bab V adalah Kesimpulan Dan Saran-Saran; terdiri atas Kesimpulan, dan Saran-saran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar