BAB II
PEMBAHASAN
Rasional dan Rasionalisme
Rasional berasal dari kata rasio yang berasal dari kata Latin yaitu ratio padanan kata Yunani logos dengan arti akal, budi atau pikiran.Pemikiran yang hanya menggunakan dan mendasarkan diri pada rasio, muncul di Yunani Kuno untuk pertama kalinya pada abad ke –6 SM. Rasio, dalam pendidikan erat hubungannya dengan daya pikir, penalaran dan akal budi. Sesuai dengan pemakaian bahasa masa kini, rasio tanpa dibedakan dari penalaran , adalah kemampuan mental manusia yang bukan kemampuan daya tanggap panca indera.
Satu-satunya makhluk hidup yang dipandang paling tinggi (derajatnya), yakni manusia, dianggap memiliki jiwa rasional. Dengan jiwa rasionalnya, manusia mempu berpikir secara sadar, membuat norma sosial, serta menyusun kebijakan-kebijakan moral.
Pemikiran rasional adalah pemikiran yang merupakan usaha manusia rasional dalam rangka melepaskan diri dari mitos. Dalam pengertian ini mitos dilawankan dengan logos(akal budi, rasio). Maka dapat dikatakan bahwa mitos itu adalah keirasionalan atau takhyul atau khayalan, pendeknya sesuatu yang tak berada dalam kontrol kesadaran dan rasio manusia.
Filsafat lahir ketika manusia pertama kalinya berusaha menghilangkan mitos dan menggantinya dengan logos. Sebab usaha manusia rasional dimaksudkan sebagai usaha manuisa untuk meraih pengertian rasioal. Dengan kata lain sejak semula usaha manusia rasional bermaksud untuk menghilangkan mitos. Manusia rasioal berusaha untuk meraih pengertian rasional tentang dirinya dalam alam lingkungannya. Terselip dalam pengertian ini, bahwa manusia senantiasa berusaha membebaskan diri dari hal-hal irasional demi memperoleh pengertian rasional yang diperoleh berdasarkan atas kesadaran menurut logika manusia.
Semua gejala alam semesta yang tanpak di mata manusia harus bisa diterangkan berdasrkan kemampuan logikanya. Setiap pemikiran atau uraian yang rasional berarti pada prinsipnya dapat dipahami oleh orang lain; apa yang dikatakan dan dipaparkan berdasarkan rasio harus logis, artinya memiliki urutan penalaran yang sesuai de ngan kaidah-kaidah atau hukum-hukumberpikir; apa yangt dinyatakan berdasarkan rasio harus terbuka bagi kritik, oleh karena itu harus ada argumentasi. Artinya, sesuatu yang kebal kritik tidak bersifat rasional (rasionalisme).
Rasionalisme adalah aliran, anggapan, atau teori filsafat yang menjunjung tinggi hasil pemikiran manusia tanpa memperdulikan pengalaman pribadi, fakta dan data empiris. Berdasarkan teori ini dapat dinyatakan bahwa pengetahuan manusia terbentuk dan terjadi dari akal atau rasio. Dalam hal ini, sumbangan yang dihasilkan oleh akal lebih menentukan dari pada sumbangan yang diberikan indera. Bahkan lebih jauh lagi kadang-kadang para penganut rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan manusia tergantung pada strukur bawaan (ide, kategori). Artinya konsep-konsep yang diperoleh pikiran manusia sejak ia dilahirkan di dunia, biarpun hanya sebagai bakat atau kemungkinan.
Benih-benih munculnya aliran rasionalisme dalam sejarah filsafat, sebenar nya dapat diacu dari pandangan yang mengatakan bahwa pikiran itu lengkap sepenuhnya pada diri sendiri. Pandangan inilah yang dikemudian hari mempengaruhi munculnya aliran neoplatonisme dan idealisme.
Yang memberi dasar kepada rasionalisme ini adalah Rene Descartes atau Cartesius (1596-1650), Yang juga disebut "Bapak Filsafat Modern". Kata "Bapak" diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman Modern itu yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliyah. Pengetahuan akliyah didasarkan pada argumentasi yang kuat yang bersumber pada usaha kerja keras akal manusia dalam mengeluarkan ide atau gagasan. Cartesiuslah orang pertama di akhir abad pertengahanyang menyusun argumentasi yang kuat, yang distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan wahyu, dan bukan yang lainnya.
Descartes meragukan semua obyek yang dapat dilihatoleh pancaindra. Karena apayang dilihat ketika sedang tersadar tidak berbeda dengan yang dilihatnya dalam mimpi, berhalusinasi, dan ilusi. Akan tetapi, Descartes berusaha menemukan kebenaran yang benar-benar menyakinkan, sehingga dengan memakai metode deduktif, semua pengetahuan dapat disimpulkan.
Urutan dan cara kerja ciptaan Descartes dikembangkan lebih lanjut oleh Baruch de Spinoza (1632-1677) tanpa melalui jalan kesangsian lebih dahulu. Rasionalisme yang lebih luas dan konskuen dibanding dengan rasionalisme Descartes. Baginya di dalam dunia tiada hal yang bersifat rahasia, karena akal atau rasio manusia telah mencakup segala sesuatu, juga Tuhan. Bahkan Tuhan menjadi sasaran akal yang terpenting.
Dalam arti yang terdalam mungkin ajaran Spinoza dapat dipandang sebagai suatu mistik filsafati yang mengajarkan tentang nisbah antara manusia dan Tuhan sebagai tokoh yang tiada batasnya. Pengertian tentang Tuhan (Allah) yang diajarkan Spinoza tidak sama dengan yang diajarkan Descartes. Bagi dia Allah adalah suatu pribadi yang menciptakan dunia, akan tetapi bagi Spinoza, Allah adalah suatu satu kesatuan umum yang mengungkapkan diri di dalam dunia. Segala yang ada adalah Allah dan tiada sesuatu pun dapat berada pada Allah.
Pemikiran rasional lebih banyak mempengaruhi masyarakat atau komunitas yang cinta terhadap Ilmu pengetahuan, di mana komunitas tersebut sering digambarkan sebagai masyarakat modern. Dalam masyarakat modern memiliki beberapa indikator yang menunjukkan sikap pada rasionalisme.
a. Dalam diri mereka terdapat kepercayaan pada kekuatan akal budi manusia. Yaitu segala sesuatu yang harus dapat dimengerti secara rasional. Sesuatu pernyataan dapat dikatakan benar dan sebuah claim dapat dianggap sah, apabila dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
b. Adanya penolakan atau sikap berontak pada mereka terhadap tradisi, dogma, dan otoritas mempunyai dampak pada segala bidang pengetahuan dan kehidupan masyarakat.
c. Dalam rasionalisme mengandung suatu kemauan untuk mengembangkan metode baru bagi ilmu pengetahuan yang jelas menunjukkan ciri-ciri kemodern, yaitu dengan melakukan pengamatan/penelitian dan eksperimen.
d. Unsur yang terakhir dalam rasionalisme adalah adanya pandangan dasar dan sikap hidup yang membedakan anatara agama dan dunia, dan menganggap dunia sebagai sesuatu yang bersifat duniawi saja atau yang sering kita sebut sebagai skularisasi.
Pengetahuan Rasional dalam Pendidikan Islam
Pengetahuan rasional berpijak pada kemurnian dari pemikiran yang bersumber dari rasio atau akal. Dalam pendidikan, biasanya ditanamkan pola pikir yang bersifat logis, dengan harapan anak didik dapat berfikir sesuai dengan kadar atau kemampuan akal dalam mengajukan suatu persoalan dan berusaha memenuhi solusi yang dapat diterima oleh akal.
Menanamkan pengetahuan rasional dalam dunia pendidikan adalah salah satu cara menumbuhkan pola pikir pada diri anak didik ke dalam dunia keintelektualan, tentunya tanpa ada unsur paksaan. Karena intelegensi (kecerdasan) anak didik akan muncul sendiri tanpa disadar oleh seorang pendidik. Ini merupakan daya respon anak didik ketika menerima materi pembelajaran yang disampaikan oleh pendidik.
Mencerdaskan akal merupakan hasil penanaman pengetahuan rasional dalam pendidikan. Dalam pendidikan Islam, mencerdaskan akal merupakan pengarahan intelegensi untuk menemukan kebenaran dan ini merupakan bagian dari tujuan pendidikan akal (ahdaf al-aqliyah) dalam pendidikan Islam.
Hal ini sejalan dengan seruan Islam melalui al-Qur’an dan as-Sunnah kepada manusia untuk mempergunakan akal dan perintah untuk berfikir. Abdurrahman al-Baghdadi menulis "tujuan pendidikan Islam adalah mencerdasakan akal dan membentuk jiwa yang islami, sehingga akan terwujud sosok pribadi muslim sejati yang berbekal pengetahuan dalam segala aspek kehidupan."
Jadi aspek akal menjadi perhatian utama dalam sistem pendidikan Islam dan pembentukan jiwa yang islami merupakan interpretasi pengetahuan rasional dalam sistem pendidikan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar