Sebagian kaum muslimin tetap menolak keabsahan Khilafah Islamiyyah, sebab hal itu tidak disetujui oleh ulama yang dipercaya.
Mereka merasa lebih “memilih selamat” dengan mengikuti Ulama.
Misalnya saja di Indonesia, MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang terdiri dari banyak ormas islam, dengan tegas menolak mengakui keabsahan khilafah, bahkan menyebut mereka sebagai pemberontak terhadap pemerintahan sah Irak.
MUI dengan sangat cepat mengeluarkan fatwa kesesatan ISIS.
Sudah tak terhitung media yang mengundang para tokoh MUI hanya untuk mengulang-ulang pernyataan penolakan terhadap Khilafah yang didirikan ISIS.
Bahkan yang katanya perhimpunan Ulama dunia juga menolak Khilafah yang didirikan ISIS.
Presiden Persatuan Ulama se-Dunia (IUMS), yaitu Syeikh Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa Khilafah yang didirikan ISIS tidak sah secara syar’i.
Beliau mengatakan rakyat arab berjuang untuk bebas dari kediktatoran, namun ISIS malah mendirikan negara yang “diktator”.
Beliau adalah ulama yang sangat disegani abad ini, terutama dari kalangan Ikhwanul Muslimin.
Lebih dahsyat lagi, amir/pimpinan gerakan yang sangat konsern dalam menegakkan Khilafah, yaitu Syeikh Atha bin Khalil amir Hizbut Tahrir menolak mengakui Khilafah tersebut dengan alasan tidak memenuhi syarat.
Kalangan jihadis juga tak ketinggalan menolak Khilafah ini, amir global Al-Qaeda Syeikh Ayman Azzhawahiri dengan tegas menolak mengakui Khilafah yang dirintis oleh para kadernya di Irak ini.
Al-Qaeda menyuruh Daulah Islam konsentrasi di Irak saja, dan di Suriah adalah urusan jabhah nushrah.
Bayangkan saja, betapa bingungnya umat ini.
Umat islam telah tidak memiliki khilafah selama hampir seratus tahun, lalu mereka pun berjamaah dengan kelompok-kelompok, lalu tegak khilafah dan kelompok-kelompok itu tidak mengakuinya.
Dari berbagai penolakan yang ada, penulis akan melakukan klasifikasi terhadap siapa saja yang menolak Khilafah ini.
1. Kalangan Ulama penguasa
2. Kalangan pejuang islam parlementer
3. Kalangan pejuang islam extraparlementer
4. Kalangan jihadis
ULAMA PENGUASA
Ulama penguasa bisa dipastikan akan menolak Khilafah, siapapun pendirinya dan bagaimana pun metodenya.
Sebab mereka adalah pelayan penguasa, mereka akan memberi fatwa sesuai order penguasa. Pahit memang, tapi inilah kenyataannya.
Lihatlah Ulama plat merah Indonesia, yang bernama MUI yang mengatakan ISIS memberontak kepada pemerintah sah Irak.
Bagaimana bisa seorang Ulama ahlusunnah mengatakan pemerintahan syiah Irak sebgai pemerintahan yang sah?
Ulama penguasa tertutup matanya dari melihat penderitaan ahlusunnah ketika syiah membantai ribuan kaum muslimin.
Mereka hanya sibuk mengeluarkan fatwa yang menyenangkan penguasa, seperti mengharamkan golput pada pemilihan umum demokrasi.
Mereka siap pasang badan jika nasionalisme, pancasila, UUD 45 yang merupakan hukum thaghut¸diusik oleh para pejuang islam.
Ulama macam apalah ini?. Ketua MUI, Din Syamsudin mengatakan: “Paham ISIS, jelas tidak bisa dibenarkan.
Sebab ajarannya yang ingin mendirikan negara khilafah justru mengancam persatuan dan kesatun NKRI”.
Lihatlah, beliau lebih mengutamakan NKRI dibandingkan Khilafah, innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Rasulullah SAW bersabda:
“Akan ada penguasa yang kamu kenal dari mereka yang baik dan jahat. Siapa saja yang menentangnya akan selamat. Siapa saja yang berlepas diri darinya akan selamat. Dan siapa saja yang bersama dengan mereka akan binasa.” (HR. Attabrani)
“Wahai Ka’ab Ibnu Ujrah, Aku mencari lindungan Allah untukmu dari kepemimpinan orang bodoh. Akan ada penguasa, siapa saja yang datang kepada mereka kemudian membantu mereka dalam kezaliman dan membenarkan kebohongan mereka, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan maka membantu mereka dalam kezaliman mereka, tidak juga membenarkan kebohongan mereka, maka dia dari golonganku dan aku dari golongannya, dia akan diizinkan menuju ke Haud (Telaga Rosulullah saw. di surga).” (HR. Ahmad)
Maka jangan heran dengan menolaknya para Ulama penguasa terhadap Khilafah.
Sebab mereka sendiri menolak sistem Khilafah itu sendiri dan lebih memilih nasionalisme dan demokrasi.
Mereka lebih mengutaman keadaan nyaman dalam negara bangsa, padahal hal itu adalah ajaran kufur. Sementara Khilafah adalah ajaran islam.
ULAMA PEJUANG ISLAM PARLEMENTER
Ini hanya sebutan penulis, mereka adalah orang-orang yang berniat menerapkan islam secara bertahap melalui parlemen.
Mereka mendirikan partai islam, mengikuti pemilu demokrasi, mendudukkan anggota di parlemen, dan dengan begitu mereka berharap undang-undang akan lebih islami.
Mereka tak lain adalah yang hari ini menamakan dirinya Ikhwanul Muslimin, ataupun yang semanhaj dengannya seperti PKS di Indonesia, PAS di malaysia, Annahda di Tunisia, dll.
Mereka mengikuti syeikh-nya yaitu Yusuf Qardhawi dalam menolak keabsahan Khilafah.
Bukan berarti mereka menolak sistem khilafah, tapi mereka menginginkan khilafah yang berdiri langsung besar, langsung luas, dan langsung kuat.
Khilafah menurut mereka harus terbentuk melalui persatuan negara-negara “islam”, oleh karena itu IM berjuang dihampir setiap “negara islam” agar bisa menguasainya dan kemudian menyatukan negara-negara tersebut dalam Khilafah.
Metode diatas adalah bid’ah dan sangat berpotensi masuk dalam kufur akbar.
Masuk ke dalam parlemen dan terlibat dalam pembuatan undang-undang yang tidak berdasarkan syara’ bisa mengeluarkan pelakunya dari islam.
Mereka bukannya mengubah parlemen, tapi parlemenlah yang mengubah mereka.
Proses politik yang kotorlah yang akan menjerumuskan cara ini dalam kehinaan.
Lihatlah ketika Mursi, yang saat itu menjadi calon presiden mesir ditanya apakah ia akan menerapkan hudud.
Beliau dengan tegas mengatakan menolak melaksanakan hukum hudud, dan mengatakan bahwa yang hendak diterapkan adalah substansi hukum Islam, persis seperti kaum liberal.
Inilah aneh dan ajaibnya Ikhwanul Muslimin, ketika yang berkuasa adalah kadernya maka mereka mendukungnya dan bahkan ketika terjadi kudeta kader-kadernya turun ke jalan berunjuk rasa, meski beresiko mati ditembak pasukan kudeta.
Namun ketika Khilafah berdiri, justru IM menolaknya dan menganggapnya tidak sah. Sungguh tidak masuk akal, bagaimana mungkin kepresidenan Mursi dinyatakan sah, sementara Khilafah dinyatakan tidak sah?!
Penulis tidak akan membongkar semua penyimpangan IM, tapi cukup menjadi alasan untuk tidak mendengarkan mereka.
ULAMA PEJUANG ISLAM EXTRAPARLEMENTER
Sebagian kelompok islam extraparlementer, yang terbesar adalah Hizbut Tahrir, juga menolak keabsahan Khilafah.
Alasannya adalah bahwa Khilafah tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan.
Diantaranya adalah: (1) Kekuasaan yang tidak independen karena dianggap masih dibawah rezim sebelumnya, (2) Tidak mengajak musyawarah dari elemen-elemen umat islam, (3) Ditegakkan tidak dengan manhaj nubuwwah, dan alasan-alasan lainnya.
Alasan-alasan itu sudah penulis bahas satu persatu di dalam bab ini.
Perlu dicermati bahwa kebanyakan alasan yang diungkapkan adalah mengada-ada dan tidak melihat fakta realitas yang sebenarnya.
Menarik sekali, ketika Khilafah berdiri ramai-ramai Ulama membahas apakah ini sah atau tidak.
Sementara mereka jarang membahas apakah negara-negara yang dihuni muslim saat ini adalah sah?
Apakah Indonesia sah ketika berdiri wilayahnya tidak menyeluruh dari aceh sampai papua?
Sahkah negara-negara arab yang berdiri dari potongan-potongan wilayah Khilafah Utsmani?
Sahkah sistem demokrasi? Sahkah jika wanita berzina tidak dicambuk / rajam?!
Mengapa mereka begitu mempersulit syarat kepada Khilafah yang ditegakkan bukan oleh kelompoknya, sementara kepada negara yang jelas-jelas bathil mereka justru bermanis muka, bahkan berfoto bersama.
Seperti yang diungkapkan oleh amir Hizbut Tahrir, Syeikh Atha bin Khalil, yang dicalonkan oleh HT sebagai Khalifah.
Beliau menuduh bahwa ISIS menumpahkan darah kaum muslimin, pertanyaannya adalah darah kaum muslimin yang mana?
Apakah syiah itu kaum muslimin?
Beberapa diskusi penulis dengan anggota-anggota HT mereka me njawab bahwa syiah di Irak adalah muslim, innalillahi wa inna ilaihi rajiun.
Amir ketiga HT ini sangat berbeda dengan amir sebelumnya yang terang-terangan melakukan thalabun nushrah kepada Taliban, padahal Taliban menguasai Afghanistan dengan cara apa? Tidak lain adalah perang, memaksa kaum muslimin bersatu meski harus berperang dengan faksi-faksi muslim lainnya.
HT menawarkan sistem khilafah kepada Taliban, namun sayang Taliban menolak dan lebih memilih membentuk “negara islam regional” yang tidak mengusik negara tetangga.
Saat Suriah berkecamuk, HT pun melakukan thalabun nushrah kepada FSA, yang mana isinya campur aduk antara islamis dan sekuler.
Sebagian faksi pun siap membaiat Amir HT ini, namun faksi-faksi itu belum punya wilayah, dan deklarasi Khilafah didahului oleh ISIS yang memiliki wilayah yang lebih luas dari inggris!
Maka seharusnya Syeikh Atha pun membaiat Abu Bakar Albaghdady, sehingga kader-kadernya di seluruh dunia sami’na wa atha’na / sehingga bisa memperkuat Khilafah, bukan malah mengada-adakan alasan untuk menolaknya.
Itu jika HT konsisten terhadap kitab-kitab yang diadobsinya, salah satunya yang ditulis oleh Syeikh Taqiyuddin Annabhani dalam kitab Nizham Hukmi:
“Sesungguhnya tiap wilayah Islam yang ada di Dunia Islam layak untuk membaiat Khalifah dan dengan itu Khilafah akan tegak.
Jika satu wilayah dari wilayah-wilayah Islam ini telah membaiat seorang khalifah, dan akad Khilafah telah diberikan kepada dirinya, maka hukumnya fardhu ‘ain atas seluruh kaum Muslim di wilayah lain untuk membaiat dia dengan baiat taat atau baiat ketundukan, setelah akad Khilafah sah diberikan kepadanya melalui pembaiatan penduduk (rakyat) wilayah tersebut; baik wilayah ini besar seperti Mesir, Turki dan Indonesia; ataupun kecil seperti Yordania, Tunisia atau Libanon. Dengan syarat, wilayah tersebut memenuhi empat syarat.
Pertama: kekuasaan wilayah tersebut merupakan kekuasaan yang bersifat independen, yang hanya bersandar pada kaum Muslim, bukan bersandar pada salah satu negara kafir, atau kekuasaan kaum kafir”
ULAMA JIHADIS
Sebagian Ulama Jihadis juga turut menolak keabsahan Khilafah yang didirikan ISIS.
Sejak konflik Daulah Islam vs Jabhah Nushrah, jihadis seluruh dunia terpecah antara tetap mendukung Al-Qaeda atau berpindah kepada Daulah Islam.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa perpecahan ini terjadi karena pengkhianatan Jaulani kepada Daulah Islam dan perintah dari Al-Qaeda agar Daulah Islam fokus di Irak saja.
Sebenarnya peristiwa pengkhianatan Jaulani dan pecahnya jihadis ini hanyalah pemantik dari pecepcahan yang memang sebelumnya sudah ada.
Bibit perpecahan itu ada dalam manhaj, dimana Al-Qaeda melalui pemimpinnya Syeikh Ayman Azzawahari menyatakan bahwa ada udzur jahil dalam tindakan syirik berhukum dengan selain hukum Allah, artinya Al-Qaeda tidak mengkafirkan para thaghut dan penolongnya, karena diduga mereka melakukan hal itu karena kebodohan.
Sementara Daulah Islam tidak memberikan udzur sedikitpun kepada thaghut dan penolongnya, mereka dikatakan kafir dan bodoh bukanlah penghalang dari mereka disebut kafir.
Pembahasan udzur jahil sudah menghangat sebelum ternjadinya perpecahan jihadis, dan hal ini terlihat jelas ketika terjadi perpecahan bahwa jihadis yang mengudzur jahil thaghut akan beraliansi kepada Al-Qaeda dan jihaiis yang menolak udzur jahil akan beraliansi kepada Daulah Islam.
Al-Qaeda menyebut mereka yang menolak udzur jahil ini sebagai khawarij karena extrim dalam melakukan takfir.
Mari kita bahas, apakah memang ada udzur jahil dalam masalah syirik?
Demi Allah, tidak ada namanya udzur jahil dalam masalah syirik.
Seandainya ada udzur jahil dalam masalah syirik, tentu tidak ada orang kafir di dunia ini.
Kekafiran orang kafir kebanyakan disebabkan oleh kebodohan, bukankah nasrani menuhankan Isa AS karena jahil, dan bukankah kafir Quraisy menyembah berhala karena jahil?.
Tidak ada lagi alasan dalam melakukan syirik setelah datangnya petunjuk (turunnya Rasulullah SAW membawa Al-Qur’an dan Assunnah), baik syirik dalam bentuk menyembah berhala, melakukan sih ir, datang ke dukun, atau berhukum dengan selain hukum Allah, hal itu sama saja menyebabkan pelakunya dalam kekafiran meskipun jahil / bodoh.
Allah SWT berfirman:
"Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk." (QS. Al-A’raf: 30)
Ibnu Jarir rahimahullah berkata seraya menafsirkan dan Ibnu Katsir rahimahullah menguatkannya: “Dan ini tergolong dalil yang paling jelas yang menunjukan kesalahan orang yang mengklaim bahwa Allah tidak akan mengadzab seorangpun atas maksiat yang dia lakukan atau kesesatan yang dia yakini kecuali bila dia melakukannya setelah dia mengetahui kebenaran yang ada dihadapannya, terus dia melakukan (maksiat atau kesesatan) sebagai bentuk pembangkangan darinya terhadap Tuhannya dalam hal itu, karena seandainya keadaannya seperti itu tentulah tidak akan ada perbedaan antara kelompok kesesatan yang sesat namun mengira bahwa dia itu mendapat petunjuk dengan kelompok yang mendapat petunjuk, sedangkan Allah sudah membedakan antara nama-namanya dan hukum-hukumnya dalam ayat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir: 2/281)
Syaikh Abdullah Aba Buthain rahimahullah mengatakan dengan maknanya: Ibnu Jarir berkata: “Dan ini menunjukan bahwa orang jahil tidak diudzur.” (Ad Durar As Saniyyah: 10/392)
Allah SWT berfirman:
"Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?". Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS. Al-Kahfi: 103-104)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ayat ini umum bagi setiap orang yang beribadah kepada Allah dengan cara yang tidak (Allah) ridlai seraya mengira bahwa dia itu benar di dalamnya dan bahwa amalannya diterima padahal dia itu keliru dan amalannya tertolak.” [Tafsir Ibnu Katsir: 3/143]
Imam Al Baghawi berkata saat menafsirkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
“Sesungguhnya mereka telah menjadikan syaitan-syaitan itu sebagai auliya selain Allah dan mereka mengira bahwa mereka itu mendapat petunjuk.” (QS. Al A’raaf : 30): “Di dalamnya ada dalil yang menunjukan bahwa orang kafir yang mengira bahwa dia itu di atas kebenaran dalam diennya, dan orang yang jahid (mengingkari) serta orang yang ‘inad (membangkang) adalah sama saja.” [Tafsir Al Baghawai: 2/156]
Al Qurthubi berkata dalam menafsirkan ayat Mitsaqul Fitrah: “Apakah Engkau akan membinasakan kami dengan sebab apa yang dilakukan oleh orang-orang sesat itu.” (QS. Al A’raaf [7]: 173) Beliau rahimahullah berkata: “…Dan tidak ada udzur bagi orang yang bertaqlid dalam tauhid.” [Tafsir Al Qurthubi: 7/280]
Syaikh Abu ‘Abdillah Abdurrahman Ibnu ‘Abdil Hamid berkata dalam Al Jawab Al Mufid dengan taqdim Ibnu Baz yang tergabung dalam Aqidatul Muwahhidin seraya menukil dari Al Baidlawi dalam tafsir ayat mitsaq: “Karena taqlid saat tegaknya dalil dan adanya kesempatan untuk (mencari) tahu adalah tidak pantas untuk dijadikan alasan (udzur).”
Hamd Ibnu Nashir Alu Mu’ammar rahimahullah berkata: “Para ulama sudah ijma bahwa orang yang telah sampai dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya, maka sesungguhnya hujjah Allah telah tegak atasnya.” Kemudia beliau berkata: “Dan setiap orang yang telah sampai Al Qur’an kepadanya adalah tidak diudzur.” [Ad Durar As Saniyyah: 72-73]
Allah SWT berfirman:
"Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai." (QS. AL-A’raf: 179)
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". mereka menjawab: "(Tidak), tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?" (QS. Luqman: 21)
Pejelasan diatas sudah cukup untuk meyakinkan bahwa tidak ada udzur jahil dalam masalah syirik. Sedangkan udzur jahil dalam masalah selain syirik, dilihat dulu perkaranya.
Jika disekitrnya sudah mengetahui suatu larangan tertentu atau kewajiban tertentu, sementara dia bodoh, maka tetap tidak bisa diudzur jahil. Sedangkan jika disekitarnya memang tidak tahu, baru bisa diudzur jahil.
Perpecahan bukan hal yang baru bagi umat manusia, namun satu hal yang wajib dipegang, yaitu petunjuk Allah. Petunjuk Allah adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma sahabat dan Qiyas, peganglah ini meski terjadi perpecahan.
Posisikan diri kita dalam posisi kebenaran seberapa pahitpun konsekuensinya, karena dunia adalah tempat untuk bertanam sedangkan panennya adalah di akhirat.
Sungguh Allah tidak salah jika memberikan Khilafah ala minhaj nubuwwah ini kepada hambanya yang berjuang dengan ikhlas, yang bersih manhajnya, serta berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah, tegas terhadap orang kafir, berkasih sayang dengan sesama mukmin, berjihad di jalan Allah, serta tidak takut celaan orang yang suka mencela.
Inilah generasi baru umat ini, generasi 554! Generasi yang diceritakan dalam Al-Quran di surat ke-5, ayat ke 54:
Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui. (QS. AlMaidah: 54)
Wollohu Ta'ala A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar