1 / 3
belajar satu
2 / 3
belajar 2
3 / 3
Caption Three

Jumat, 10 Februari 2017

MENGUKUR KERINDUAN BILAL BIN RABAH PADA RASULULLAH

Semenjak Rasulullah SAW wafat. Bilal RA menyatakan bahwa dirinya tidak akan mengumandangkan adzan lagi.

Ketika Khalifah Abu Bakar RA memintanya untuk menjadi muadzin kembali, dengan hati pilu nan sendu Bilal berkata : Biarkan aku hanya menjadi muadzinnya Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.

Maka, Abu Bakar pun tak kuasa lagi mendesak Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan. Abu Bakar RA sangat memahami perasaan yang berkecamuk dalam hati Bilal sepeninggal Rasul, orang yang paling dicintainya itu.

Kesedihan sebab ditinggal wafat Rasulullah terus mengendap di hati Bilal. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia ikut pasukan Fath Islami menuju Syam dan kemudian tinggal di Homs, Suriah.

Lama sekali Bilal tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Rasulullah SAW hadir dalam mimpi Bilal dan menegurnya : *_Ya Bilal, wa maa hadzal jafa ?._* (Hai Bilal, mengapa engkau tdk mengunjungiku ?). Mengapa sampai seperti ini ?.

Bilal pun bangun terperanjat, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah untuk ziarah ke makam Rasulullah SAW.
Sekian tahun sudah dia meninggalkan Rasulullah.

Setiba di Madinah, di depan makam Rasul yang mulia itu, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rasulullah, pada sang kekasih. Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa mendekatinya. Keduanya adalah cucu Rasulullah SAW : Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Rasulullah tersebut.

Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal : Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami ? kami ingin mengenang kakek kami.

Ketika itu, Umar bin Khattab RA yang telah menjadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu, dan beliau juga memohon kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Dan Bilal pun memenuhi permintaan itu. Untuk mengenang Rasulullah SAW.

Maka, saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rasulullah masih hidup.

Mulailah dia mengumandangkan adzan. Saat lafadz _"Allahu Akbar"_ dikumandangkan olehnya mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.

Ketika Bilal mengumandangkan kata _"Asyhadu an laa Ilaha illalLaah",_ seluruh isi kota Madinah berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar. Sebab dahulu, setiap ada suara seperti itu pasti ada Rasulullah SAW di masjid. Mereka berlarian ke masjid karena kerinduan yang membara ingin berjumpa dengan Rasul yang telah sekian lama hilang dari pandangan mereka.

Maka, begitu suara adzan Bilal itu terdengar,  banyak yang tidak sadar bahwa Rasulullah telah wafat.

Dan saat Bilal mengumandangkan _"Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah",_ Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah. Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya.

Bahkan, Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu Madinah mengenang masa saat masih ada Rasulullah diantara mereka.

Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah wafat. Adzan yang tak bisa dirampungkan.

Syubhanallah,,,,
Kisah ini mampu mencampur adukan perasaan kita, mampu membuat kita menitikan air mata tanda kecintaan kita kpd Rasullullah SAW, sbgmn cinta kita pula kpd umat Muhammad.

Itulah pentingnya ukhwah,,,,, karena ukhwah itu merupakan penanda iman kita.

Ya Allah, saksikanlah, betapa dalamnya kerinduan kami kepada Rasul-Mu: sosok yang kami tidak pernah menjumpainya namun selalu ada dalam hati kami.

Sosok yang kami nantikan syafaatnya di hari kiamat kelak, atas izin-Mu, Ya Rabb.

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

Tidak ada komentar:

Posting Komentar